Sudah lebih dari setengah abad, Israel mengubur jenazah para syuhada Palestina secara diam-diam di tanah yang mereka sebut Maqaber Al-Arqam (makam nomor). Tanpa nisan, tanpa nama, tanpa identitas. Hanya selembar plat logam dengan angka dingin, sebagai pengganti nama mereka yang gugur demi tanah airnya.
Kejahatan yang Terus Disembunyikan
Makam-makam ini, yang oleh Israel sendiri pernah disebut sebagai “makam musuh”, tersembunyi di balik pagar berduri di wilayah militer tertutup. Jumlah dan letaknya dirahasiakan. Setiap angka memiliki berkas rahasia yang hanya diketahui militer dan dinas keamanan internal, Shin Bet. Tidak ada akses, kecuali izin khusus dari otoritas militer.
Di sanalah tubuh-tubuh para syuhada dikubur dalam kondisi mengenaskan. Di liang sempit, tidak lebih dari 50 cm, tanpa penghormatan, tanpa upacara. Bahkan dalam kematian, mereka masih dirampas hak asasinya.
Dari 1948 hingga Gaza 2023
Kebijakan ini bukanlah hal baru. Sejak 1948, rezim pendudukan telah menahan dan menguburkan para pejuang Arab dan Palestina dalam makam-makam tanpa identitas. Setelah Perang 1967, jumlahnya meningkat tajam, terutama terhadap jenazah para pejuang dan tahanan yang gugur di penjara-penjara Israel.
Puncaknya, sejak agresi ke Gaza pada Oktober 2023, tentara Israel diketahui menahan ribuan jenazah warga sipil yang dibunuh secara brutal, sebagian besar tak bisa lagi dikenali. Menurut laporan Haaretz Juli 2024, lebih dari 1.500 jenazah kini disimpan dalam kontainer pendingin di pangkalan militer Sde Teiman, hanya diberi kode angka.
Mayat-Mayat yang Dijarah dan Diperjualbelikan
Kejahatan Israel tak berhenti pada penguburan sembarangan. Sejak lama, laporan medis dan kesaksian hukum mengungkap praktik mengerikan: pencurian organ dari tubuh para syuhada. Dari kulit, kornea, jantung, hingga tulang, semuanya diambil tanpa izin dan dijual untuk kepentingan medis.
Laporan internal tahun 2014 dari surat kabar Maariv membenarkan adanya penggalian massal tanpa catatan, penghilangan jenazah, dan bahkan pencampuran tulang akibat longsoran tanah. Salah satu kasus paling mencolok adalah hilangnya jasad syahidah Dalaal Al-Maghribi.
Gerakan Perlawanan dan Upaya Internasional
Pada 2008, para keluarga syuhada meluncurkan Kampanye Nasional untuk Mengembalikan Jenazah, bekerja sama dengan Pusat Bantuan Hukum Al-Quds. Tujuannya satu: menguburkan para syuhada sesuai syariat dan martabat kemanusiaan.
Pada 2008, pemerintah Palestina menetapkan 27 Agustus sebagai Hari Nasional untuk Memulangkan Jenazah Syuhada. Mereka pun menggencarkan diplomasi ke PBB dan komunitas internasional. Kini, lebih dari 120 organisasi di puluhan negara bergabung dalam kampanye internasional bertajuk “بدنا ولادنا” (Kami Ingin Anak-Anak Kami).
684 Jenazah Masih Ditahan
Hingga April 2025, setidaknya 684 jenazah syuhada Palestina masih ditahan Israel, 256 di antaranya terkubur di makam nomor. Termasuk di antaranya syahid termuda, Hasan Al-Shurbati (13 tahun) dari Hebron, dan syahid tertua, Jasir Shtayyat dari Al-Quds yang gugur sejak 1968.
Melanggar Hukum Internasional
Kebijakan ini jelas-jelas melanggar Konvensi Jenewa 1949, khususnya pasal 130, yang mewajibkan jenazah korban perang dimakamkan dengan hormat dan identitas jelas. Namun Israel terus mengabaikannya, menjadikan jenazah manusia sebagai alat tawar-menawar politik dan militer.
Hari ini, para ibu Palestina tak tahu di mana anak-anak mereka dikubur. Nama-nama para syuhada dihapus dan diganti angka. Tapi angka tak mampu membungkam suara perjuangan. Dan sejarah akan mengutuk mereka yang memperlakukan tubuh manusia seperti barang dagangan.