Setiap jengkal tanah Palestina menyimpan simbol perlawanan yang mengakar dalam kehidupan warganya: dari kunci tua yang diwariskan turun-temurun, ke kain kotak hitam-putih yang membungkus leher, hingga hentakan kaki di tanah dalam tarian rakyat. Semua menjadi penanda keterikatan rakyat Palestina pada tanahnya, sekaligus tameng dari upaya penghapusan identitas yang telah berlangsung puluhan tahun.
Bagi pengungsi Palestina, “Kunci Kembali” bukan sekadar besi tua berkarat. Ia adalah bukti fisik hak kepemilikan rumah yang ditinggalkan paksa pasca-Nakba 1948, ketika lebih dari 750 ribu warga diusir dan ratusan desa dihancurkan. Kunci itu diwariskan lintas generasi, dipajang di rumah-rumah pengungsi, dan bahkan dibawa ke demonstrasi di seluruh dunia sebagai tanda janji: suatu hari pintu itu akan dibuka kembali. Doha, Qatar, bahkan menjadi tuan rumah replika terbesar kunci ini (tercatat di Guinness World Records) sebagai pesan bahwa simbol ini tak akan hilang.

Simbol lain adalah kufiya, kain kotak hitam-putih yang dulunya sekadar pelindung petani dari panas dan debu. Dalam perjalanan sejarah, ia berubah menjadi ikon perlawanan global, lekat dengan sosok Yasser Arafat, dan dikenakan di setiap unjuk rasa serta intifada sejak 1948. Dari lapangan desa hingga panggung politik dunia, kufiya menjadi identitas visual Palestina, setara paspor bagi perjuangan mereka.

Sementara itu, dabka, tarian rakyat dengan hentakan kaki yang ritmis dan gerakan berbaris rapat, lahir dari tradisi bercocok tanam. Sebelum 1948, ia adalah tarian panen yang merayakan kerja bersama. Setelah Nakba, ia berevolusi menjadi ekspresi kolektif perlawanan. Gerakan kaki yang menghentak tanah menjadi pernyataan tegas: kami masih di sini. Pada 2023, UNESCO mengakui dabka sebagai warisan budaya takbenda dunia, meneguhkan posisinya sebagai identitas seni yang tak bisa dicuri, meski Israel berulang kali mencoba mengklaimnya.

Dari kunci yang tak kunjung membuka pintu, kain yang mengikat leher para demonstran, hingga tarian yang menghentak bumi, simbol-simbol ini membentuk narasi tunggal: rakyat Palestina akan terus mempertahankan tanah, sejarah, dan budayanya, melawan segala upaya penghapusan.