PBB memperingatkan ancaman kelaparan kembali menghantui Gaza. Stok makanan semakin menipis, dan bantuan yang tersisa diperkirakan hanya cukup untuk dua minggu ke depan.

Komisioner Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, ini menjadi periode terlama tanpa pasokan sejak perang dimulai.

“Orang tua tidak bisa lagi menemukan makanan untuk anak-anak mereka, pasien tidak punya obat, dan kelaparan semakin meluas. Di saat yang sama, ancaman penyakit meningkat, sementara serangan udara Israel terus berlanjut,” ujarnya, diikutip Al Jazeera.

Selain itu, lebih dari 140 ribu warga terpaksa mengungsi akibat perintah evakuasi dari militer Israel. Lazzarini pun mendesak Israel untuk mencabut blokade dan membuka kembali perbatasan agar bantuan kemanusiaan serta barang kebutuhan bisa kembali mengalir.

Dia juga menekankan pentingnya menghentikan serangan, membebaskan para tahanan, dan memperbarui gencatan senjata.

Stok Makanan Makin Menipis

Program Pangan Dunia (WFP) juga mengeluarkan peringatan serupa. Mereka menyatakan bahwa stok makanan yang tersedia di Gaza hanya cukup untuk dua minggu.

Saat ini, WFP hanya memiliki sekitar 5.700 ton makanan yang bisa digunakan untuk menyediakan paket bantuan, tepung, dan makanan siap saji untuk jangka waktu terbatas.

“Masyarakat Gaza kembali menghadapi ancaman kelaparan dan malnutrisi yang parah. Stok bantuan semakin menipis, sementara perbatasan masih ditutup untuk bantuan kemanusiaan,” tulis WFP dalam pernyataannya.

Mereka juga menambahkan bahwa operasi militer Israel di Gaza semakin menghambat distribusi bantuan, bahkan membahayakan nyawa para pekerja kemanusiaan setiap harinya.

Sementara itu, Komisariat PBB untuk Urusan Kemanusiaan mengungkapkan bahwa antara 18 hingga 24 Maret, Israel telah menolak 40 dari 49 permohonan koordinasi untuk pengiriman bantuan. Selain itu, Israel juga menghambat akses terhadap suplai penting dan membatasi pasokan bahan bakar ke roti-roti di Gaza.

Israel Tolak Permintaan Bantuan

Di tengah kondisi ini, Mahkamah Agung Israel menolak petisi dari berbagai organisasi hak asasi manusia yang meminta akses lebih besar bagi bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Para hakim menyatakan bahwa Israel tidak berkewajiban mengizinkan masuknya bantuan dalam jumlah besar ke Gaza, karena Israel masih dalam keadaan perang dan memiliki kepentingan untuk melindungi keamanan nasionalnya.

Mereka juga menolak pengiriman bantuan yang bisa memiliki “dua fungsi,” yang menurut mereka berpotensi digunakan oleh Hamas untuk kepentingan militer. Mahkamah Agung menegaskan bahwa militer Israel telah berusaha memasukkan bantuan ke Gaza, meskipun ada risiko bahwa bantuan tersebut bisa jatuh ke tangan Hamas.

Situasi di Gaza semakin memburuk sejak Israel menutup perbatasan bantuan kemanusiaan pada 2 Maret. Langkah ini disebut sebagai upaya menekan Hamas agar membebaskan tahanan yang mereka tahan di Gaza.

Pada 18 Maret, Israel kembali melancarkan serangan udara dan operasi darat besar-besaran, setelah dua bulan sebelumnya gencatan senjata sempat diberlakukan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here