Spirit of Aqsa, Palestina- Penulis dan peneliti dari Turki, Samir Al-Araki, menilai, operasi Taufan Al-Aqsa yang dimulai 7 Oktober merupakan representasi nyata runtuhnya pilar keunggulan tentara Israel, ketika Tel Avivi bisa memulihkan keunggulan tersebut dalam perang Oktober 1973.
Namun, militer Israel dengan segala kecanggihan teknologinya mendapatkan pukulan dahsyat dari Al-Qassam dan meruntuhkan pilar keunggulan tersebut. Atas kekalahan telak pada 7 Oktober itu, PM Benjamin Netanyahu dan Kabinet Perang dibantu militer Amerika Serikat segera menyatakan perang terhadap Jalur Gaza.
Zionis Israel mengadopsi teori shock and awe, yang diadopsi oleh Angkatan Darat AS dalam operasidi Irak dengan ciri pengeboman udara tanpa henti. Israel sengaja membunuh ribuan warga sipil dan menarget rumah-rumah hingga fasilitas umum dengan harapan bisa menciptakan efek kejut ke Gaza.
Akan tetapi, seiring berkembangnya operasi militer dan memasuki tahap invasi darat, terungkap lemahnya kinerja tentara Israel yang “tak terkalahkan” dalam menghadapi faksi pejuang Palestina.
Meskipun hampir sebulan telah berlalu sejak operasi darat, pasukan Israel gagal membebaskan satupun tahanan di Jalur Gaza. Bahkan militer Israel tidak mampu melemahkan pergerakan faksi pejuang Palestina.
“Ketika jumlah korban jiwa meningkat, jelas terlihat bahwa tentara Israel semakin terjerumus ke dalam rawa Jalur Gaza, selain hancurnya citra moral mereka di dunia,” kata Samir, dikutip Al Jazeera, Rabu (22/11).
Selama operasi udara dan darat, militer Israel melakukan segala sesuatu yang termasuk dalam kategori kejahatan perang, seperti menargetkan rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan rumah warga sipil, membunuh anak-anak dan perempuan, serta memutus aliran air, listrik, dan internet di Jalur Gaza.
Sejalan dengan kegagalan militer ini, terdapat kegagalan media dalam meyakinkan opini publik. Itu karena pernyataan jurubicara militer kurang akurat. Banyak gambar yang dipublikasikan tidak memiliki kredibilitas dan tidak masuk akal.
“Seperti yang telah kita lihat dan ikuti dalam membenarkan penargetan dan pendudukan Kompleks Medis Al-Shifa, atau rumah sakit lain di Jalur Gaza,” ujar Samir.
Kemenangan Pejuang Palestina
Di sisi lain, faksi pejuang Palestina berhasil mengalahkan narasi militer Israel melalui strategi media dalam meyakinkan opini publik. Itu karena kredibilitas dalam menyampaikan fakta-fakta perang, didukung oleh audio dan video.
“Di sini saya akan membatasi diri pada satu contoh saja, yang baru-baru ini diumumkan oleh juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Ubaida, bahwa ‘Pasukan Israel terpaksa membunuh tentara mereka agar mereka tidak ditangkap, yang memaksa Tel Aviv kemudian mengakui bahwa mereka membuka penyelidikan atas kesalahan yang menargetkan tentara Israel’,” tutur Samir.
Pejuang Palestina juga berhasil memanfaatkan para tahanan dan mengubahnya menadi alat untuk memberikan tekanan pada Netanyahu dan pemerintahannya.
Sejak hari-hari pertama, kelompok pejuang Palestina telah menyatakan kesiapan untuk membebaskan tahanan sipil, dan membebaskan beberapa dari mereka tanpa kompensasi. Hal itu menyebabkan meningkatnya protes dari keluarga para tahanan Israel.
“Melalui kinerja militer, media, dan politik, perlawanan memaksa Netanyahu, bersama dengan pemerintahan Amerika, untuk meninggalkan tujuan operasi militer yang dinyatakan dan bernegosiasi dengan alasan bahwa perlawanan telah diinginkan sejak awal, dan yang saya perkirakan akan berkembang selama masa tahap perang berikutnya,” tutur Samir.
Sumber: Al Jazeera