Krisis kemanusiaan terus memburuk di Gaza, terutama di Beit Lahiya, yang menjadi tempat perlindungan terakhir warga Palestina di Gaza utara sejak awal serangan militer Israel pada 5 Oktober 2023. Di tengah pembantaian yang terus berlangsung, keluarga Hamouda tetap terperangkap di rumah mereka, menghadapi kelaparan, ketakutan, dan kematian.

Osama Hamouda, salah satu anggota keluarga yang terkepung, menggambarkan penderitaan warga dengan menyatakan bahwa serangan Israel semakin intens dalam beberapa malam terakhir. “Pasukan Israel menggempur rumah-rumah dan pusat penampungan dari berbagai arah, dengan dukungan drone dan penembak jitu yang menargetkan setiap gerakan,” ujarnya.

Hamouda juga melaporkan bahwa tentara Israel melakukan penghancuran besar-besaran di jalan-jalan Beit Lahiya, meninggalkan puing-puing rumah warga dan infrastruktur. “Kami tidak menyangka bisa selamat malam itu. Rumah kami hampir runtuh, tetapi atas kehendak Allah, kami masih hidup,” tambahnya.

Pengungsian Paksa dan Kehancuran Total

Sejak awal serangan, Israel memaksa warga Gaza utara untuk mengungsi. Banyak yang menolak meninggalkan rumah mereka dan memilih bertahan di Beit Lahiya, meskipun situasi di sana semakin mengerikan akibat kekurangan air, makanan, dan serangan yang tiada henti.

Moe’men Qadous, seorang pengungsi yang berlindung di sekolah Abu Tammam, mengaku hidup dalam ketakutan terus-menerus. “Kami mendengar suara kendaraan militer mendekat dan khawatir mereka akan menyerbu sekolah kami. Suara ledakan dan tembakan tak pernah berhenti sepanjang malam,” katanya.

Qadous menggambarkan kondisi di pusat penampungan sebagai “bencana”. Mayoritas pengungsi adalah perempuan dan anak-anak, yang kini hidup di bawah ancaman serangan dan kelaparan.

Pembantaian Massal di Beit Lahia

Dalam beberapa hari terakhir, pembantaian yang dilakukan tentara Israel meningkat di Beit Lahiya. Keluarga seperti keluarga Al-Baba, Ahmad, dan Al-Araj menjadi korban serangan udara dan darat. Tanpa layanan darurat yang berfungsi, warga sipil terpaksa mencoba menyelamatkan korban di bawah reruntuhan tanpa alat apapun.

Saeb Yousef, salah satu warga yang membantu evakuasi, mengatakan, “Kami berusaha mengangkat puing-puing dengan tangan kosong untuk menyelamatkan korban. Namun, sering kali kami gagal meskipun mendengar suara korban yang masih hidup di bawah reruntuhan.”

Menurut laporan medis, lebih dari 150 warga Palestina telah syahid di Beit Lahiya antara Kamis hingga Sabtu lalu, sebagian besar adalah pengungsi yang terjebak di rumah atau tempat penampungan.

Eskalasi Kekerasan Didukung AS

Sejak 7 Oktober 2023, Israel, dengan dukungan penuh Amerika Serikat, melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza. Serangan ini telah menyebabkan lebih dari 146 ribu korban jiwa dan luka-luka, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 10 ribu orang dilaporkan hilang, di tengah kehancuran total yang menjadikan Gaza salah satu lokasi bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Sumber: Anadolu Agency

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here