Di dermaga kota Gallipoli, Italia, kapal Hanzala berlabuh dalam diam seolah menanti badai yang tertunda. Beberapa jam sebelum berlayar ke Gaza, kapal ini membuka pintunya bagi awak media, termasuk Al Jazeera, untuk tur istimewa. Aktivis Irlandia Kweva Butterly mendampingi kami menelusuri lorong-lorong sempit kapal yang kini menjadi ruang solidaritas global dan perlawanan atas diamnya dunia.

Di ruang navigasi dekat dek utama, peta Laut Tengah terbentang, penanda jalur pelayaran disusun hati-hati untuk menghindari titik rawan. “Kami tak sekadar menggambar jalur,” kata Butterly, “Kami melukis harapan. Setiap mil yang ditempuh kapal ini mendekatkan kami ke keadilan bagi Gaza.” Para pelajar SMA Italia pun turut mengunjungi kapal, belajar sejarah Palestina, mengenal tokoh kartunis Naji al-Ali, dan menyuarakan dukungan terhadap hak kembali pengungsi.

Hanzala merupakan misi ke-37 dari upaya menembus blokade Gaza, hanya lima kapal sebelumnya yang berhasil. Di ruang bawah, 12 tempat tidur kayu ditata bertingkat, minim fasilitas mandi, dan seluruh kebutuhan dipenuhi seadanya. Kapal ini dulunya kapal nelayan Norwegia, namun kini mengangkut bantuan kemanusiaan, mainan, serta gambar karya anak-anak Italia untuk dikirimkan ke anak-anak Gaza.

Di dapur kecil, Viktis yang berusia 70 tahun menyiapkan makanan bagi kru, sementara di dinding kapal terpampang gambar, pesan, dan hadiah simbolik dari masyarakat. Ada toples berisi koin dari tiga anak perempuan keturunan Tunisia-Italia, serta surat dari relawan medis dan dokter yang pernah bekerja di Gaza. Bahkan seorang petani menghadiahkan tanaman kaktus untuk ditanam di Gaza sebagai kenangan dari Italia.

Sebelum kami turun dari kapal, Butterly berdiri di geladak dan berkata, “Hanzala adalah nurani dunia saat dunia membelakangi kejahatan.” Ia berbicara tentang rasa takut dan amarah atas genosida dan apartheid di Palestina, namun juga harapan dan keteguhan hati. Menurutnya, kapal ini menjadi simbol peningkatan aksi nyata, menunjukkan bahwa solidaritas butuh keberanian.

“Misi ini adalah tentang anak-anak Gaza,” kata Butterly, “mereka yang nyawanya melayang setiap hari. Kita ingin mereka meraih bukan hanya kebebasan, tapi juga sukacita.”

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here