Jaringan organisasi masyarakat sipil di Jalur Gaza memperingatkan, penderitaan para pengungsi di tenda-tenda akan semakin parah seiring mendekatnya musim hujan dan dingin.
Dalam pernyataannya, jaringan tersebut menyoroti bahwa rencana Presiden AS Donald Trump mengabaikan peran institusi kemanusiaan di Gaza dan penderitaan yang ditimbulkannya. Mereka menekankan perlunya menghentikan operasi institusi tersebut serta menuntut pertanggungjawaban para pelaku pembunuhan yang menargetkan penerima bantuan.
Jaringan itu menegaskan bahwa Israel sengaja menciptakan kelaparan terstruktur dan menjadikan warga Gaza sebagai sandera bagi bantuan kemanusiaan.
Amjad Al-Shawa, Ketua Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Palestina, menyebutkan bahwa diperkirakan terdapat lebih dari seribu pusat pengungsian di sisa wilayah sempit Gaza. Situasi pengungsi semakin memburuk, terutama bagi mereka yang tidak memiliki tempat tinggal atau mendirikan tenda di pantai atau daerah berbahaya.
Ia menambahkan melalui unggahan di Facebook bahwa pihaknya berharap pengungsi dapat segera kembali ke wilayah mereka yang hancur, dengan pengaturan tempat tinggal yang sesuai standar kemanusiaan internasional. Ia juga menekankan perlunya membentuk manajemen pusat pengungsian yang melindungi hak-hak pengungsi, menentukan prioritas dan kebutuhan mereka, serta meningkatkan layanan dan kondisi kehidupan mereka.
Sejak 2 Maret lalu, Israel menutup semua perbatasan menuju Gaza, mencegah masuknya bantuan kemanusiaan meskipun truk-truk bantuan menumpuk di perbatasannya.
Di luar pengawasan PBB dan organisasi kemanusiaan internasional, sejak 27 Mei, Israel mulai mendistribusikan bantuan melalui “Gaza Humanitarian Relief Institution,” yang disebut warga Palestina sebagai “perangkap kematian.”
Sejak mekanisme ini diberlakukan hingga 5 Oktober, militer Israel telah menewaskan 2.605 orang dan melukai lebih dari 19.124, sebagian besar di sekitar pusat distribusi bantuan AS, dalam kebijakan yang disebut “rekayasa kelaparan,” menurut pernyataan berkali-kali dari biro media pemerintah.
Sumber: Al Jazeera