Sebuah laporan Kamis (19/12) dari kelompok advokasi Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York telah menuduh Israel melakukan genosida karena secara sengaja merampas pasokan air dari warga sipil di Gaza, yang kemungkinan besar menyebabkan kematian ribuan orang.
Laporan 179 halaman yang diterbitkan di situs web kelompok itu membeberkan bagaimana, sejak perang antara Israel dan kelompok militan Hamas dimulai pada Oktober 2023, pihak berwenang dan pasukan Israel memutuskan dan kemudian membatasi air leding untuk Gaza, serta memutuskan listrik dan membatasi bahan bakar, membuat sebagian besar infrastruktur sanitasi di wilayah kantong itu tidak ada gunanya lagi.
Selain itu, laporan itu mengatakan Israel sengaja menghancurkan dan merusak infrastruktur air dan sanitasi serta material perbaikan saluran air dan memblokir seluruh pasokan air yang penting.
Dalam sebuah pernyataan Direktur Eksekutif HRW Tirana Hassan menuduh Israel sengaja merampas unsur yang penting bagi hidup manusia dari warga Palestina selama lebih dari setahun.“Ini bukan sekadar kelalaian,” kata Hassan.
“Ini adalah kebijakan perampasan yang diperhitungkan yang menyebabkan kematian ribuan orang akibat dehidrasi dan penyakit yang tidak lain adalah kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan, dan tindakan genosida.”
Israel membantah tegas tuduhan-tuduhan itu. Dalam sebuah pernyataan, badan Koordinasi Aktivitas Pemerintah di Teritori Israel, COGAT, menyebut tuduhan-tuduhan HRW sebagai “klaim yang memfitnah,” dan “kebohongan sangat besar.”
Pernyataan COGAT itu menyebutkan jutaan liter air mengalir ke Gaza melalui tiga jaringan pipa, dan Israel telah “memfasilitasi ratusan perbaikan infrastruktur air dan memperbaiki saluran air yang mengarah ke Gaza di sisi Israel yang dirusak oleh Hamas.
“Kami beroperasi sesuai dengan hukum internasional,” kata pernyataan COGAT.
“Mengatakan hal lainnya adalah penipuan yang menyolok,” kata pernyataan itu.
Sebelumnya Kamis, para petugas medis di Gaza melaporkan serangan udara Israel pada malam sebelumnya menewaskan sedikitnya 13 orang di bagian utara dan tengah Jalur Gaza.
Serangan itu terjadi sementara para mediator berupaya untuk memastikan tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang akan mencakup pembebasan para sandera yang masih ditawan di Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken Rabu malam mengatakan ia “berharap” suatu kesepakatan akan dicapai dan berjanji untuk mencurahkan seluruh waktu yang tersisa dari hari-hari pemerintahan Biden untuk berupaya mewujudkan kesepakatan itu.
“Ini harus terjadi. Ini perlu terjadi. Kita perlu membawa pulang orang-orang,” kata Blinken dalam acara di Dewan Hubungan Luar Negeri.
“Kita perlu mencapai gencatan senjata. Kita perlu membuat orang-orang bergerak dari arah yang berbeda, ke arah hidup yang lebih baik, ke arah perbaikan kerusakan mengerikan yang telah terjadi.”
Blinken mengatakan Hamas telah menjadi “penghalang utama” bagi kesepakatan gencatan senjata, tetapi menurutnya para pemimpin Hamas memahami pada saat ini bahwa para pendukung mereka seperti Hizbullah dan Iran “tidak datang untuk menyelamatkannya.”
Direktur CIA William Burns mendarat di Qatar pada hari Rabu untuk bertemu dengan para pejabat Qatar, upaya terbaru dari pekerjaan berbulan-bulan AS, Qatar dan Mesir dalam upaya memperantarai tercapainya kesepakatan.
Danny Danon, duta besar Israel untuk PBB, menyatakan harapan mengenai tercapainya kesepakatan sewaktu ia berbicara kepada wartawan hari Rabu.
“Setelah banyak penolakan oleh Hamas, kami berharap kita akan mendapat sejumlah kabar sebelum liburan Hanukkkah dan Natal,” kata Danon.
Namun, Danon memperingatkan bahwa pada masa lalu, Hamas telah mengajukan tuntutan pada saat-saat terakhir yang menggagalkan tercapainya kesepakatan, sedangkan militan pada gilirannya menyalahkan Israel karena kebuntuan berbulan-bulan dalam upaya mencapai gencatan senjata.