Harian Haaretz dalam tajuk rencananya menuding Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bukan hanya merusak hukum, tetapi juga menormalisasi korupsi sebagai bagian dari pemerintahannya, sebuah jalan berbahaya yang menyeret Israel menuju kehancuran.

Editorial itu menyoroti temuan laporan sementara Komite Investigasi Pemerintah dalam “Kasus Kapal Selam,” skandal terbesar dalam sejarah militer Israel. Laporan yang dipublikasikan pekan lalu seolah tenggelam tanpa gaung di tengah hiruk-pikuk serangan militer Israel, termasuk pemboman di Gaza dan serangan udara ke Doha.

Padahal, isi laporan itu tegas: “Perdana menteri membahayakan keamanan negara, merusak hubungan luar negeri, dan melukai kepentingan ekonomi Israel.” Haaretz menegaskan, fakta ini saja seharusnya cukup untuk menjatuhkan Netanyahu dari kursinya.

Namun, di “Israel versi Netanyahu” yang penuh kelumpuhan moral, laporan itu justru disambut dengan dingin dan sikap abai, cermin nyata dari rapuhnya tatanan masyarakat dan negara.

Kasus Kapal Selam dan Permainan Gelap Netanyahu

Komite dibentuk pada 2022 untuk menyelidiki pembelian tiga kapal selam dan kapal perang dari perusahaan Jerman Thyssenkrupp. Skandal itu juga terkait persetujuan Netanyahu atas penjualan kapal selam canggih ke Mesir oleh perusahaan yang sama.

Investigasi mengungkap bahwa Netanyahu bersama mantan Kepala Mossad Yossi Cohen menyembunyikan risalah pertemuan dan informasi penting, lalu menyajikan laporan parsial dan menyesatkan kepada kabinet. Akibatnya, keputusan strategis negara diambil dengan dasar informasi cacat.

Di negara demokratis yang sehat, laporan semacam ini pasti sudah menjungkalkan seorang perdana menteri. Tetapi, di Israel hari ini, publik dibiarkan apatis, seolah kehilangan daya untuk melawan korupsi yang terinstitusionalisasi.

Erosi Sistemik

Haaretz menilai ketidakpedulian publik bukan sekadar efek dari perang, melainkan buah dari kampanye panjang Netanyahu yang sistematis melemahkan hukum, melebur aturan, dan mengubah lembaga negara menjadi alat pribadinya.

National Security Council (yang semestinya jadi jantung perumusan strategi negara) diturunkan derajatnya menjadi sekadar “lengan eksekutif” Netanyahu. Ia membuka kanal paralel dalam kebijakan luar negeri dan keamanan tanpa koordinasi institusional, tanpa diskusi profesional, dan tanpa mekanisme kontrol. Semua ini, menurut Haaretz, bertolak belakang dengan kebutuhan pertahanan Israel yang sesungguhnya.

Tiga tahun sudah berlalu sejak komite bekerja, namun baru laporan sementara yang muncul. Haaretz menyebut kelambatan ini bukan kebetulan, melainkan hasil upaya Netanyahu dan sekutunya menghambat jalannya investigasi lewat gugatan ke Mahkamah Agung.

Lebih jauh lagi, Netanyahu (yang kini berstatus buronan hukum internasional atas kejahatan perang di Gaza) terus menunda persidangan kasus korupsinya, sekaligus menghalangi pembentukan komisi penyelidikan atas serangan 7 Oktober.

Dengan kata lain, ia bukan hanya memelihara korupsi, tetapi juga menutup rapat jalan menuju akuntabilitas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here