Peringatan keras datang dari jantung penderitaan Gaza. Dr. Khalil al-Daqran, juru bicara Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsha, menyatakan bahwa krisis kelaparan di Jalur Gaza kini telah memasuki fase kelima, fase paling mematikan dalam skala bencana kelaparan menurut klasifikasi internasional.
“Ini bukan sekadar kelaparan,” ujar al-Daqran dalam wawancaranya dengan Al Jazeera. “Ini adalah kebijakan penyiksaan sistematis melalui kelaparan yang disengaja oleh penjajah Israel, ditambah dengan nihilnya bantuan efektif yang benar-benar menjangkau warga yang terkepung.”
Selama 24 jam terakhir saja, 6 warga Palestina gugur syahid akibat kelaparan, menjadikan jumlah korban syahid karena kelaparan mencapai 175 jiwa, di antaranya anak-anak dan lansia. Ribuan lainnya tengah berjuang melawan malnutrisi akut dan penyakit menular yang kini merebak tanpa bisa dikendalikan.
Bantuan Palsu dan Perang Psikologis
Menurut al-Daqran, klaim Israel yang menyebut bahwa bantuan makanan dan obat-obatan telah masuk ke Gaza adalah kebohongan terang-terangan. “Yang masuk hanyalah secuil bantuan, bahkan sebagian besar disabotase di perbatasan oleh kelompok bersenjata,” ungkapnya.
Ia juga menuding lembaga asal AS, “Humanitarian Gaza”, sebagai bagian dari jebakan kematian. “Mereka membangun pusat distribusi bantuan, tapi ternyata menjadi titik tembak. Puluhan warga sipil jadi sasaran peluru saat mendekat, termasuk anak-anak dan orang tua yang hanya mencari makanan,” katanya.
Rumah Sakit Penuh, Pasien Tidur di Lantai
Kondisi rumah sakit, tambah al-Daqran, telah mencapai titik nadir. Tingkat keterisian tempat tidur melebihi 300%, memaksa tim medis menggelar pasien di lorong dan pelataran rumah sakit.
Khusus di bangsal anak-anak, situasi jauh lebih tragis. Tiga hingga empat anak kini terpaksa berbagi satu ranjang, dalam kondisi ruangan pengap, tanpa cukup ventilasi, di tengah penyebaran wabah dan serangan tikus serta serangga yang merajalela di kamp-kamp pengungsian.
Sejak lembaga “Gaza Humanitarian” mengambil alih arus distribusi bantuan pada Mei lalu, data resmi menunjukkan lebih dari 1.500 warga Palestina gugur, dan lebih dari 10.000 lainnya luka-luka akibat serangan langsung dari pasukan Israel maupun kontraktor asing bersenjata yang bekerja di bawah lembaga tersebut.
Ironisnya, dua hari lalu utusan AS, Steve Witkoff, mengunjungi salah satu pusat bantuan di Rafah, kunjungan yang menurut para pengamat tidak lebih dari legitimasi simbolik bagi pembantaian yang terus berlangsung di bawah nama ‘misi kemanusiaan’.