Pemerintah kota di Gaza yang porak-poranda bekerja keras membersihkan jejak perang genosida Israel yang telah menghancurkan jalanan dan permukiman selama 15 bulan terakhir.

Ramadan pertama setelah tragedi ini disambut warga Gaza dengan perasaan campur aduk—kebahagiaan atas datangnya bulan suci bercampur dengan kesedihan akibat kehancuran dan kehilangan besar yang ditinggalkan oleh agresi militer Israel.

Dengan sekitar 88% infrastruktur hancur, termasuk rumah-rumah dan fasilitas publik, pemerintah kota di Gaza berupaya membersihkan dan memperindah lingkungan, mengembalikan sedikit kehidupan yang telah hilang akibat serangan tersebut.

Pada 2 Februari lalu, Kepala Kantor Informasi Pemerintah Gaza, Salama Maarouf, secara resmi menyatakan Gaza sebagai “zona bencana” akibat perang genosida Israel.

“Gaza Lebih Indah dengan Tangan Kita”

Di Gaza, pemerintah kota meluncurkan inisiatif sukarela untuk membersihkan Jalan Omar al-Mukhtar, salah satu pasar utama kota, bekerja sama dengan Kementerian Pemerintahan Lokal dan komunitas setempat.

Kampanye bertajuk “Gaza Lebih Indah dengan Tangan Kita” ini bertujuan mempersiapkan Ramadan serta mendorong partisipasi masyarakat dalam mengurangi dampak bencana yang dialami kota ini.

Wali Kota Gaza, Yahya Al-Sarraj, menegaskan bahwa Gaza akan tetap bersih dan indah berkat warganya sendiri, yang memiliki ketahanan dan semangat membangun kembali tanah air mereka. Kampanye ini mencakup pembersihan jalan, pengangkutan sampah, serta perbaikan trotoar.

Sebelum perang, Jalan Omar al-Mukhtar selalu meriah dengan lampu-lampu hias Ramadan, namun kini kegelapan menyelimuti Gaza sejak Oktober 2023.”

Gaza Lebih Indah di Ramadan”Di Khan Younis, pemerintah kota meluncurkan kampanye bertajuk “Gaza Lebih Indah di Ramadan”, bekerja sama dengan Kementerian Pemerintahan Lokal dan kelompok masyarakat.

Kampanye ini mencakup pembersihan dan penghiasan kota sebagai bentuk sukacita menyambut Ramadan.

Warga setempat ikut serta mengecat tembok rumah-rumah yang selamat dari kehancuran dan menghiasnya dengan tulisan “Gaza Lebih Indah di Ramadan” serta gambar lentera.

Di Rafah, kota yang masih 60% dikuasai oleh militer Israel meskipun gencatan senjata telah diberlakukan sejak 19 Januari, warga juga berusaha menghidupkan kembali kota mereka.

Slogan seperti “Dari Kehancuran, Harapan Lahir” menghiasi tembok-tembok yang masih berdiri, menggambarkan optimisme di tengah penderitaan.

Harapan di Tengah Krisis

Meski ada upaya ini, sebagian besar warga Gaza tidak mampu mempersiapkan Ramadan karena krisis ekonomi yang menghantam mereka akibat perang.

Menurut Bank Dunia, hampir seluruh penduduk Gaza kini hidup dalam kemiskinan, dengan 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk mengalami pengungsian paksa akibat kehancuran besar-besaran.

Sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, dengan dukungan Amerika Serikat, Israel telah melakukan genosida di Gaza yang menewaskan dan melukai lebih dari 160 ribu warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 14 ribu lainnya dinyatakan hilang.

Gencatan senjata yang dimulai 19 Januari mencakup pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel dalam tiga tahap, masing-masing berlangsung 42 hari, dengan mediasi Qatar, Mesir, dan dukungan AS.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here