Dokter Ahmad Mahna, mantan Direktur RS Al-Awda di Jabalia, Gaza Utara, menggambarkan kekejaman yang dialaminya selama 686 hari dalam penjara Israel. Ia diculik saat sedang menjalankan tugas kemanusiaan di rumah sakit, hanya beberapa hari setelah agresi besar Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023.

“Setiap tahanan Palestina setelah 7 Oktober adalah calon syahid,” kata Mahna, menggambarkan kondisi mematikan yang dialami para tahanan.

Menurutnya, penyiksaan psikologis dan fisik menjadi bagian dari kebijakan sistematis Israel terhadap sandera, termasuk para tenaga medis. Ia menyebut layanan kesehatan di penjara hampir tidak ada, dan akibatnya sejumlah tahanan muda meninggal akibat sakit yang tidak ditangani.

“Saat kami meminta perawatan kesehatan, Direktur Penjara hanya menjawab satu kata: ‘Mati saja.’” ungkap Mahna.

Tetap Bertahan di Rumah Sakit Meski Dikepung

Ahmad Mahna dikenal luas di Gaza sebagai spesialis anestesi dan perawatan intensif. Saat perang dimulai, ia menolak mengungsi dan memilih bertahan di RS Al-Awda bersama tim medis.

“Ini tanggung jawab kemanusiaan saya. Saya tidak akan meninggalkan pasien,” katanya.

Selama lebih dari dua bulan, Mahna membantu operasi medis, membagi makanan untuk pasien dan pengungsi, hingga mengatur penggunaan bahan bakar rumah sakit yang nyaris habis. Pada 16 Desember 2023, pasukan Israel mengepung rumah sakit dan menangkap Mahna bersama staf medis lainnya setelah memaksanya keluar dalam keadaan hanya memakai pakaian dalam.

24 Hari Tanpa Cahaya, 12 Kali Interogasi Brutal

Mahna dibawa ke fasilitas interogasi militer Israel di Erez, lalu dipindahkan ke beberapa penjara termasuk Ofer di Tepi Barat. Ia menjalani 12 sesi interogasi, masing-masing berlangsung 2 hingga 8 jam. Tangan dan kakinya diborgol, matanya ditutup, dan ia dilarang melihat cahaya selama 24 hari pertama.

“Selama 22 bulan itu kami disiksa mental dan fisik, dipermalukan, dipaksa tidur di lantai dingin, dan mengalami kelaparan sistematis. Banyak dari kami kehilangan 20–80 kilogram berat badan,” katanya.

Israel menuduhnya:

  • Menolak perintah evakuasi rumah sakit
  • “Merusak citra Israel” di media internasional
  • Menyembunyikan pejuang perlawanan di rumah sakit
  • Merawat pejuang Palestina
  • Merawat tawanan Israel

Mahna menegaskan semua tuduhan direkayasa.

Tenaga Medis Jadi Target

Mahna mengatakan dokter dan perawat Palestina menjadi target khusus Israel dalam perang ini. Ia menyebut rekannya, dr. Adnan Al-Bursh, ahli ortopedi terkemuka di Gaza, syahid akibat penyiksaan di penjara Israel. Data otoritas Gaza menyebut:

  • 1.670 tenaga medis dibunuh Israel sejak perang
  • Ratusan lainnya terluka
  • Lebih dari 300 tenaga medis ditahan
  • 38 rumah sakit keluar dari layanan akibat serangan

Kini bebas lewat pertukaran tahanan dalam kesepakatan gencatan senjata, Mahna berjanji kembali bertugas.

“Saya akan terus menjalankan misi kemanusiaan saya. Mereka bisa memenjarakan tubuh kami, tapi tidak hati kami,” ujar Mahna.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here