Kantor Media Pemerintah di Gaza kembali mengeluarkan peringatan keras: bencana kelaparan terus berlangsung, bahkan semakin mengganas. Di tengah apa yang disebut Israel sebagai “gencatan senjata kemanusiaan sementara”, realita di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya, jumlah bantuan tak sebanding dengan kebutuhan, dan blokade masih menghimpit nyawa.
Pada Ahad malam, pihak Gaza menyatakan bahwa hanya 73 truk bantuan yang berhasil masuk, ditambah tiga kali operasi pengiriman bantuan lewat udara. Angka ini sangat jauh dari cukup, apalagi jika dibandingkan dengan kebutuhan dasar lebih dari dua juta penduduk yang hidup terkurung dan terluka.
Lebih buruk lagi, bantuan yang dijatuhkan dari udara hanya setara dengan muatan dua truk, dan dijatuhkan di zona pertempuran yang berisiko tinggi bagi warga sipil. Dalam kondisi seperti ini, bantuan bukan penyelamat, tetapi pertaruhan nyawa.
Kantor media menggambarkan upaya bantuan saat ini sebagai “teater kemanusiaan”, yang justru mempermalukan hati nurani dunia. Janji internasional dinilai penuh kebohongan, informasi dikaburkan, dan blokade tetap dijaga ketat oleh militer Israel. Bahkan, banyak bantuan yang dijarah di depan mata tentara Israel, sebelum sempat sampai ke titik distribusi resmi.
Kelaparan terus meluas, bayi-bayi kehabisan susu, dan warga mengais sisa makanan di puing-puing. Solusi nyata, tegas pemerintah Gaza, hanya bisa lahir dari satu tindakan: pembukaan penuh seluruh perlintasan, penghentian pengepungan, dan distribusi makanan serta obat-obatan secara aman dan teratur.

“Gencatan Senjata” yang Menyesatkan
Di sisi lain, militer Israel menyebut telah memberlakukan “penghentian taktis” operasi militer mulai Ahad, antara pukul 10 pagi hingga 8 malam, dengan dalih kemanusiaan. Namun, tak ada penjelasan jelas soal jalur aman bagi konvoi bantuan, atau wilayah mana yang benar-benar terbebas dari ancaman senjata.
Israel juga mengklaim telah mengaktifkan kembali jalur listrik untuk menjalankan stasiun penyulingan air di Gaza selatan, sebuah langkah yang dikritik sebagai manuver politik semata untuk meredam tekanan internasional.
Lebih jauh, militer Israel menyangkal adanya kelaparan di Gaza, dan menyebut tuduhan itu sebagai “kampanye disinformasi yang digerakkan Hamas”. Klaim yang langsung dibantah banyak lembaga kemanusiaan dan bahkan lembaga PBB sendiri.
Panggung Udara dan Ironi Bantuan
Pada hari yang sama, dua pesawat militer Yordania dan satu dari Uni Emirat Arab menjatuhkan 25 ton bantuan kemanusiaan di wilayah Gaza. Namun, UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) dengan tegas menyatakan bahwa aksi-aksi ini tidak akan mampu menghentikan bencana kelaparan yang terus memburuk.
Sementara itu, truk-truk bantuan dari Mesir masih tertahan di sisi perbatasan Rafah, belum juga diizinkan masuk oleh otoritas pendudukan Israel. Sejak 2 Maret, seluruh pintu masuk ke Gaza ditutup total, dan sebagian besar bantuan makanan dan obat ditolak masuk, memperparah penderitaan.
Korban Terus Bertambah
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa hingga Ahad pagi, sebanyak 133 warga Palestina gugur akibat kelaparan dan malnutrisi sejak 7 Oktober 2023, termasuk 87 di antaranya adalah anak-anak. Dan ini hanyalah satu aspek dari perang pemusnahan massal yang terus digencarkan Israel: lebih dari 204.000 korban jiwa dan luka-luka, puluhan ribu hilang, serta ratusan ribu lainnya menjadi pengungsi kelaparan di negeri mereka sendiri.
Sumber: Al Jazeera, AFP