Di fajar yang harusnya menjadi awal harapan bagi warga Gaza yang kelaparan, teroris Israel kembali menjawab lapar rakyat Palestina dengan peluru. Sebuah serangan brutal terjadi di timur Khan Younis, di mana pasukan Israel menargetkan kerumunan warga yang tengah menanti bantuan kemanusiaan. Hasilnya: lebih dari 60 syahid dan lebih dari 200 lainnya luka-luka, kebanyakan dalam kondisi kritis, menurut laporan medis dari RS Nasser.
Kejadian ini menambah daftar panjang kejahatan perang yang terus dilancarkan terhadap warga sipil di Gaza. Di tengah blokade yang melumpuhkan dan krisis kemanusiaan yang kian menggila, pencarian makanan, air, dan obat telah menjadi perjalanan berisiko mati setiap harinya.
Ledakan kemarahan pun membanjiri media sosial. Banyak netizen menyebut bundaran Tahlia (lokasi pembantaian pagi ini) sebagai “Bundaran Kematian”, mengikuti jejak dua tragedi sebelumnya di bundaran Nablusi dan bundaran Kuwaiti, yang juga memakan banyak korban atas nama “distribusi bantuan.”
Warga mengisahkan, malam itu mereka rela begadang di jalanan demi satu karung tepung. Namun pagi harinya, bukan tepung yang mereka dapatkan, melainkan peluru. Tank Israel sempat terlihat mundur, memberi kesan aman. Namun begitu warga mendekat ke titik distribusi, pasukan penjajah melepaskan tembakan secara brutal. Puluhan tubuh rebah tak bernyawa seketika.
Seorang warga menyebut pengumuman pembagian bantuan diumumkan oleh “Lembaga Kemanusiaan Gaza” pada pukul 10 pagi. Tapi bahkan sebelum waktu itu tiba, korban pertama sudah jatuh. Seketika tempat yang seharusnya menjadi titik harapan, berubah jadi arena pembantaian.
Netizen mencatat bahwa sebagian besar dokumentasi visual dari lokasi tak layak disebarkan karena sangat mengerikan. Banyak di antaranya menyebut apa yang terjadi hari ini bukanlah insiden tunggal, tetapi sudah menjadi “rutinitas berdarah” yang menyambut pagi Gaza tiap hari.
Komentar penuh luka dan ironi pun membanjiri media sosial: “Pagi ini, puluhan perut lapar menemui ajalnya saat mengantre bantuan. Hingga kini, 40 lebih syahid. Tapi ya sudahlah, tak ada yang penting. Hanya orang Gaza yang mati saban hari. Tak perlu risau.”
Tak sedikit yang mempertanyakan di mana keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang sering digembar-gemborkan dunia internasional. Mengapa bantuan selalu hadir dengan darah? Mengapa untuk mendapatkan sekadar tepung, warga Gaza harus mengorbankan nyawa?
Sejumlah netizen menyebut Lembaga bantuan asing, khususnya dari AS, seperti lenyap saat ini. Namun “jebakan maut” tetap ada. Mereka menyesalkan bahwa dunia internasional hanya menyaksikan dan mencatat statistik pembantaian tanpa tindakan konkret.
Tragedi Khan Younis hari ini adalah bab terbaru dari genosida diam-diam yang terjadi di Gaza. Setiap pagi dan malam, kabar syahid dari antrean bantuan menjadi berita yang tak lagi mengejutkan—sebuah kondisi yang tak boleh dinormalisasi.
Sumber: Al Jazeera