Spirit of Aqsa- Pada hari pertama tahun ajaran baru di Jenin, wilayah utara Tepi Barat, sejumlah siswa harus berjuang melewati jalan yang rusak untuk mencapai sekolah mereka di kompleks sekolah dekat lingkungan timur, yang hancur akibat pengepungan oleh pasukan Israel minggu lalu.
Di jalan utama yang menghubungkan Sekolah Az-Zin untuk anak laki-laki dan Sekolah Dasar Haifa untuk anak perempuan, serta beberapa sekolah lainnya, air limbah mengalir setelah jaringan saluran pembuangan di lingkungan tersebut dihancurkan oleh buldoser Israel. Bau busuk yang menyengat membuat sulit berkonsentrasi.
Sekolah-Sekolah yang Hancur
Sekitar 45 ribu siswa di Distrik Jenin memulai tahun ajaran baru pada hari Senin, meski ada kekhawatiran bahwa pasukan Israel akan kembali menyerbu kota dan kamp pengungsi. Kekhawatiran ini membuat para orang tua cemas, mengingat kemungkinan pasukan Israel masuk saat jam sekolah, yang bisa menyebabkan siswa terjebak di sekolah seperti yang terjadi tahun lalu di Sekolah Zahra dekat Kamp Jenin.
Tahun lalu, siswi di Sekolah Zahra terjebak selama sekitar 6 jam setelah tentara Israel menyerbu kamp tersebut dan terlibat baku tembak dengan pejuang perlawanan di dekatnya.
Di tembok Sekolah Dasar Haifa di lingkungan timur, siswi kelas satu berdiri di dekat celah besar di dinding yang dibuat oleh buldoser Israel. Di hari pertama mereka di sekolah, siswi-siswi yang masih berusia sekitar enam tahun ini menyaksikan teman-teman mereka berusaha melewati jalan yang rusak dan menghindari genangan air limbah untuk mencapai gerbang sekolah.
Di Sekolah Az-Zin untuk anak laki-laki, yang juga berada dekat lingkungan timur dan dindingnya hancur akibat buldoser Israel, serta jalan utama yang rusak, Kepala Dinas Pendidikan Jenin, Tariq Alauna, berbicara kepada siswa saat apel pagi. Dia mengatakan, “Ini adalah tahun untuk memperjuangkan hak atas pendidikan di Jenin. Meski ada pengepungan, alat penghancur Israel, dan serangan, kami bertekad untuk menyukseskan tahun ajaran di Jenin dan seluruh wilayah Palestina.”
Menurut Alauna, pendidikan adalah pilihan terbaik bagi generasi baru Palestina untuk mempertahankan tanah mereka dan menyampaikan perjuangan mereka kepada dunia. “Dari tempat yang hancur oleh pendudukan ini, siswa-siswa kami dengan semangat belajar dan tekad yang kuat menantang buldoser Israel dan menempuh jalan yang rusak ini demi ilmu pengetahuan. Pagi ini, kehidupan kembali ke sekolah-sekolah kami,” tambahnya.
Siswa-Siswa yang Syahid
Meskipun situasi di kawasan tersebut sulit, puluhan siswa tetap tiba di sekolah tepat waktu. Kepala sekolah melaporkan bahwa kegiatan belajar-mengajar berjalan lancar pada hari pertama, dengan siswa-siswa dibagi ke kelas masing-masing, dan para guru telah menyusun rencana untuk melanjutkan pendidikan meskipun ada kemungkinan serangan Israel kembali.
Tahun ajaran baru di Jenin dimulai dengan gugurnya dua siswa dalam serangan Israel terakhir di kota tersebut. Siswa kelas 11, Lujain Abdul Raouf, tewas ditembak oleh penembak jitu Israel di dalam rumahnya di Desa Kafr Dan, barat Jenin, beberapa hari sebelum ia memulai tahun ajaran baru.
Tentara Israel juga membunuh siswa kelas lima, Muhammad Mahmoud Hamou, dari Kota Al-Yamun, setelah mengejarnya saat ia mengendarai sepeda untuk mengantarkan roti kepada keluarganya yang terjebak di rumah mereka di kamp pengungsi.
Sekolah Menengah Putri Kafr Dan membuka siaran radionya dengan segmen khusus tentang syahid Lujain dan keadaan kematiannya. Kepala sekolah, Balsam Abu Bakr, mengatakan bahwa kehilangan tersebut sangat sulit, terutama bagi teman-teman dekatnya, yang saat ini mengalami trauma berat. Sekolah berusaha memberikan bimbingan psikologis untuk membantu siswa-siswi mengatasi perasaan mereka dan melewati kejadian tragis ini.
“Kabar syahidnya Lujain sangat memilukan, karena ia masih anak-anak, dibunuh di dalam kamarnya, dekat dengan keluarganya, oleh seorang penembak jitu Israel yang hanya mengenal bahasa pembunuhan dan tidak membedakan antara anak-anak dan siswa sekolah,” kata Abu Bakr. Di dalam kelas, kesedihan terlihat jelas di wajah para siswa, dengan foto Lujain dan namanya ditempatkan di bangku tempat ia biasa duduk setiap hari.
Kekhawatiran Gangguan Pembelajaran
Di Kamp Jenin, siswa yang bersekolah di sekolah-sekolah UNRWA belum bisa memulai tahun ajaran baru karena kondisi jalan yang buruk dan banyaknya puing-puing di jalan serta di depan rumah-rumah, yang membuat sulit untuk mencapai sekolah di dalam kamp.
Tahun ajaran sebelumnya juga penuh dengan kesulitan besar, menyebabkan pembelajaran tatap muka di sejumlah sekolah dihentikan, terutama di daerah-daerah yang menjadi target serangan Israel, dan dialihkan ke pembelajaran daring. Pembelajaran juga sempat terganggu selama berminggu-minggu karena para guru mogok akibat gaji yang tidak dibayar oleh pemerintah Palestina, yang menyalahkan pemotongan dana oleh Israel.
Para orang tua khawatir hal yang sama akan terulang tahun ini, yang akan berdampak negatif pada prestasi akademis anak-anak mereka dalam jangka panjang. “Semua ini mempengaruhi pendidikan anak-anak saya, prestasi mereka menurun di semua mata pelajaran, dan hari ini kami khawatir skenario ini akan terulang, yang berarti anak-anak akan kehilangan pendidikan mereka,” kata Jawad Abdul Ghani, ayah tiga anak yang sulungnya duduk di kelas enam.
Di Tepi Barat, sekitar 800 ribu siswa memulai tahun ajaran di sekolah-sekolah pemerintah, swasta, dan UNRWA yang berjumlah 2.459 sekolah, dengan sekitar 50 ribu guru.
Untuk tahun kedua berturut-turut, sekitar 600 ribu siswa di Jalur Gaza tidak bisa memulai tahun ajaran karena perang Israel yang menghancurkan Gaza, sementara sekitar 90% sekolah telah hancur dan sisanya berubah menjadi pusat penampungan.