Spirit of Aqsa– Ekonomi Israel terus mengalami penurunan selama hampir 11 bulan akibat agresi yang berlangsung di Jalur Gaza. Indikator pertumbuhan, defisit anggaran, hingga inflasi tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi di tengah krisis yang melanda semua sektor.

Ekonomi Israel menyusut sebesar 0,4% pada kuartal kedua tahun 2024, diukur dari pendapatan per kapita. Sementara analis di Bursa Efek Tel Aviv memperkirakan ekonomi Israel akan tumbuh 5,9% pada kuartal kedua tahun 2024, angka yang diperkirakan oleh Bloomberg, namun kenyataannya hanya mencapai 1,2%.

Angka tersebut mencerminkan kegagalan sektor-sektor ekonomi Israel dalam beradaptasi dengan dampak Perang Gaza, terutama sektor konstruksi, pertanian, layanan, dan pariwisata, sebagaimana diungkapkan oleh Biro Statistik Israel minggu ini. Perkiraan menunjukkan situasi yang lebih suram untuk sisa tahun 2024.

Salah satu sektor yang paling terpukul pada kuartal kedua adalah ekspor, yang turun untuk ketiga kalinya berturut-turut, dengan penurunan sebesar 7,1%.

Investasi pada aset tetap tidak menunjukkan pertumbuhan selama kuartal kedua, sementara impor, kecuali pertahanan, kapal, pesawat, dan berlian, menyusut sebesar 7,3% secara tahunan.

Menurut laporan Bloomberg, sebagian besar perlambatan dalam investasi tetap disebabkan oleh stagnasi di sektor konstruksi, yang bergantung pada pekerja Palestina dari Tepi Barat, yang dilarang masuk ke Israel sejak awal perang.

Pemerintah Israel gagal memenuhi janji untuk menggantikan pekerja Palestina dengan pekerja asing, terutama dari India, Bangladesh, dan Filipina, yang menyebabkan sektor ini kehilangan semua fondasi untuk bangkit kembali.

Sementara konsumsi pemerintah meningkat sebesar 8,2% dibandingkan 2,6% pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi terlalu bergantung pada belanja publik yang tinggi, yang terkait dengan kebutuhan perang.

Defisit Anggaran

Defisit anggaran Israel terus meningkat pada Juli lalu, mencapai 8,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama 12 bulan terakhir. Persentase ini setara dengan 155,2 miliar shekel (47,1 miliar dolar), menurut laporan terbaru dari Akuntan Umum Kementerian Keuangan, Yali Rotenberg, dalam pernyataan yang dikeluarkan kementerian minggu lalu.

Defisit anggaran untuk bulan yang berakhir pada Juni lalu sekitar 7,6% dari PDB, sementara Kementerian Keuangan memperkirakan defisit akan mencapai 6,6% dari PDB, atau sekitar 34 miliar dolar.

Angka-angka ini menunjukkan bahwa defisit anggaran terus melebar, yang memperburuk kemampuan Israel untuk menanggung biaya utang yang dihasilkan untuk menutupi defisit, terutama dengan kenaikan suku bunga, baik untuk dolar maupun shekel.

Utang publik Israel kini melebihi 67% dari PDB, dibandingkan sekitar 63% sebelum perang di Jalur Gaza pada Oktober lalu.

Biaya Perang

Secara keseluruhan, seorang ahli ekonomi Israel memperkirakan bahwa perang di Gaza telah menghabiskan biaya lebih dari 67,3 miliar dolar bagi ekonomi Israel.

Rakefet Russak Aminach, mantan CEO Bank Leumi, mengatakan kepada Channel 12 pada Jumat lalu bahwa “hingga saat ini, perang telah menghabiskan biaya ekonomi lebih dari 250 miliar shekel (67,3 miliar dolar), dan Kementerian Pertahanan menginginkan kenaikan tahunan minimal 20 miliar shekel (5,4 miliar dolar).” Dia menambahkan, “defisit ini jauh lebih besar, kita memiliki banyak orang yang dievakuasi dan terluka, serta banyak kebutuhan ekonomi yang belum dihitung dalam biaya perang.”

Profesor Yakov Frenkel, peraih Penghargaan Israel untuk Ekonomi dan mantan Gubernur Bank Israel, mengatakan, “tugas paling mendesak dan penting adalah menangani defisit.”

Dia menambahkan, “tahun 2023 dimulai tanpa defisit dan sejak itu situasinya memburuk. Hingga akhir Juli lalu, defisit mencapai 8,1%, sekitar 155 miliar shekel (42 miliar dolar) yang perlu ditutupi.”

Channel 12 melaporkan bahwa “pasar internasional mulai kehilangan kesabaran dengan Israel. Peringkat kredit menurun dan premi risiko meningkat. Kenaikan ini terlihat jelas sejak perang dimulai.”

Inflasi Naik

Sementara Bank Israel (bank sentral) berupaya menurunkan inflasi mendekati target sekitar 3% dengan menaikkan suku bunga sejak awal paruh kedua 2022, data Juli lalu menunjukkan inflasi kembali naik.

Indeks Harga Konsumen meningkat 3,2% secara tahunan pada Juli, naik dari 2,9% pada Juni. Dengan demikian, inflasi kembali naik di atas batas maksimum target tahunan Bank Israel sebesar 3%, di tengah kenaikan harga perumahan dan makanan.

Kenaikan harga yang signifikan pada Juli mencakup buah dan sayuran segar yang naik 3,2%, budaya dan rekreasi yang naik 1,8%, serta sewa dan pemeliharaan rumah yang naik 0,8% masing-masing.

Biro Statistik Israel juga melaporkan perubahan harga rumah (yang tidak termasuk dalam Indeks Harga Konsumen umum), yang meningkat sebesar 0,7%. Ini adalah bulan ketujuh berturut-turut harga rumah naik setelah beberapa bulan mengalami penurunan.

Sumber: Al Jazeera + Agensi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here