Spirit of Aqsa, Palestina– Beberapa hari yang lalu, penjajah Israel melepas kubah dan bulan sabit menara Masjid Benteng al-Quds yang bersejarah, di daerah Gerbang al-Khalil di kota Al-Quds. Bangunan itu merupakan menara tertinggi yang menjadi buktikan sejarah identitas keislaman al-Quds. Semua itu dilakukan penjajah Zionis Israel dalam kerangka melakukan proses yahudisasi sejak awal tahun lalu.

Dalam beberapa tahun terakhir, pendudukan Zionis Israel telah mengintensifkan kampanye untuk melakukan yahudisasi bangunan-bangunan bersejarah di kota suci al-Quds dan melenyapkan narasi Islam dan Arab di dalamnya, dan menggantinya dengan narasi palsu yang mengubah realitas budaya yang mengakar di kota tersebut.

Di tengah ketakutan orang-orang Al-Quds dan para ahli, “Museum Sejarah Yerusalem al-Quds” telah memasang perancah besi di sekitar menara sejak Juni lalu, dengan alasan bahwa mereka sedang melakukan proses renovasi menara, yang merupakan menara tertinggi di Kota Tua, dan dibangun pada tahun 1310 M, di atas Mesjid Benteng al-Quds, kemudian diperbaharui pada zaman Ottoman.Benteng al-Quds terletak di dekat Gerbang al-Khalil.

Dibangun pada era Ayyubiyah, benteng ini diperbarui pada era Mamluk dan Ottoman, oleh pendudukan Yahudi di namai “Castle of David”.

Segera setelah kubah dan bulan sabit dilepas di bawah pengawasan “Otoritas Kepurbakalaan Israel”, kontak mengalir ke menejemen museum yang terletak di dalam Benteng Al-Quds, yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan melalui situs webnya sebagai berikut:

“Museum ‘Tower of David’ saat ini sedang melakukan proses renovasi yang komprehensif dengan biaya $50 juta, dan setelah uji teknik dilakukan terhadap menara yang didirikan pada tahun 1635 tersebut, retakan teridentifikasi pada struktur yang mungkin disebabkan oleh aktivitas seismik di atas menara selama bertahun-tahun.”

Sehubungan dengan hal ini, administrasi museum mengatakan bahwa mereka telah memulai pekerjaan renovasi menara, dan saat ini sedang melaksanakan tahap akhir dari proyek renovasi tersebut, termasuk pengokohan menara.

“Kami harus memastikan kelangsungan keberadaan kastil ini selama berabad-abad, sehingga akan dilakukan proyek untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi dari waktu ke waktu dan masalah yang timbul dari keausan alami batu kastil,” kata direktur dan kurator museum, Eilat Liber.

Sementara itu, ketua Komite Al-Quds Anti Yahudisasi, Nasser Al-Hadmi, menegaskan bahwa setiap orang yang tinggal di Kota Suci al-Quds mengetahui dan memahami upaya pendudukan Zionis Israel, dan tahu bahwa pendudukan Israel ingin melakukan “yahudisasi” segala hal dan mengubah identitas kota, termasuk kuburan dan menara dengan dalih pemugaran atau renovasi dan pembangunan taman.

Dalam pernyataan khusus kepada Pusat Informasi Palestina, al-Hadmi mengatakan, “Masjid kastil dibangun oleh Sultan Al-Nasir Muhammad bin Qalawun di dalam kastil, yang merupakan salah satu landmark terpenting kota suci al-Quds yang bersejarah.”

Dia menyatakan bahwa pendudukan Zionis Israel tidak dapat menghapus narasi Islam dan Arab tentang kota Al-Quds beserta peninggalan dan tempat-tempat suci di dalamnya, dan tidak dapat membatalkan era ini, meskipun berhasil dalam beberapa hal.

Menurut al-Hadmi, mempromosikan gagasan bahwa kastil itu adalah kastil Yahudi membutuhkan penghapusan segala sesuatu yang membuktikan ke-Arab-an tempat itu. Inilah yang dilakukan pendudukan Zionis Israel.

Di mana orang-orang Silwan terkejut dengan menghilangkan menara dan kubahnya, karena keberadaannya yang tertinggi di kastil dan kota tua.

Pakar urusan Al-Quds ini menegaskan bahwa pendudukan Zionis Israel tidak berusaha untuk menghapuskan sejarah, melainkan berusaha untuk membuktikan narasinya pada pondasinya, yang menampilkan dirinya sebagai pemilik hak atas tanah nenek moyang, yang menunjukkan bahwa pendudukan Zionis Israel sampai saat ini tidak pernah mampu membuktikan dan mengabadikan narasi ini terlepas dari semua yang dilakukannya untuk melakukan yahudisasi, kriminalitas, dan pencurian yang mendukung narasinya.

Dia menyatakan bahwa benteng atau kastil Al-Quds disebut oleh pendudukan Zionis Israel sebagai Kastil David Daud sebagai upaya untuk mengaburkan kebenaran. Dia menyatakan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan Nabi Daud, karena kastil tersebut dibangun selama era Romawi, dan riwayat yang mengatakan bahwa kastil tersebut dibangun oleh orang-orang Yebus.

Dia menambahkan, “Renovasi kastil al-Quds yang dilakukan oleh pendudukan Zionis Israel sama saja dengan serangan terhadap situs peninggalan Islam ini.”

Dia menyatakan bahwa orang lebih utama merenovasi dan menjaganya adalah umat Islam itu sendiri. Dia menambahkan bahwa pendudukan Zionis Israel telah mengubah kastil tersebut menjadi pusat menyebarkan narasi Zionis, dan menjadi sebuah museum tempat mereka menyajikan klaim-klaimnya, dan barang-barang antik yang digunakannya secara salah dan mengada-ada untuk mendukung narasinya.

Dia mengingatkan bahwa apa yang terjadi di kota Al-Quds terjadi secara paralel di Tepi Barat melalui pembangunan jalan dan perampasan tanah Palestina untuk kepentingan para pemukim pendatang Yahudi.

Mengenai apa yang harus dilakukan untuk menghadapi rencana ini, al-Hadmi menjelaskan bahwa hal itu harus dilakukan pada dua level.

“Level pertama, adalah level resmi dan politis, sangat jelas bahwa level ini tidak konsen untuk membela kota al-Quds dan bekerja untuk menghentikan kejahatan pendudukan Zionis Israel terhadap kota al-Quds dan seluruh Palestina. Seandainya mereka memiliki konsen dan perhatian, tentu jalannya mudah. Karena ada resolusi PBB terkait dengan kota Al-Quds.”

Adapun level kedua adalah level rakyat. Dia menyatakan bahwa kemampuan rakyat Palestina dalam persoalan ini terbatas. Dia menyatakan bahwa rakyat Palestina hanya dapat melawan penyerbuan terhadap Masjid Al-Aqsha dan menghadang serangan para pemukim pendatang Yahudi di beberapa kota saja. Dia menegaskan bahwa hal ini tidak menjadi alasan mereka untuk tidak melanjutkan perjuangan mereka.

Peziarah kota Al-Quds, melalui menara kastil, dapat melihat kota tua dan sekitar Kota Suci al-Quds, serta monument-monumen dan peninggalan bersejarah yang menjadi saksi keislaman dan kearaban kota tersebut.

Menara kastil atau benteng al-Quds ini terdiri dari tiga lantai batu, yang pertama membentuk dasar persegi, dan lantai kedua di atasnya berbentuk silinder, dan kemudian lantai ketiga, yang ukurannya lebih kecil dari lantai dua, dan di tengahnya ada bangunan kecil yang membentuk tutup menara.

Setelah pendudukan Zionis Israel menduduki kota al-Quds pada tahun 1967, kastil jatuh ke tangan mereka, dan dimulai penggalian ekstensif yang menghancurkan sebagian kastil tersebut dan sejumlah besar peninggalan Islam kuno di sana.

Pada tahun 1980, sekitar kastil dan masjidnya diubah menjadi museum Yahudi dengan nama Museum “Castle of David”, yang menceritakan kisah “Kuil” yang mereka klaim, dan menyajikan sejarah Al-Quds, melalui sarana elektronik terbaru, dari sudut pandang ideologi Israel.

Masjid Kastil al-Quds merupakan masjid terindah di Al-Quds yang terletak di luar tembok Masjid al-Aqsha, dengan arsitektur yang sempurna. Luasnya 144 meter persegi. Tinggi interiornya sekitar 6 meter. Di sebelahnya ada sebuah menara kuno yang berasal dari periode Ottoman.

Masjid ini terdiri dari rumah untuk shalat yang diakses melalui pintu masuk timur yang relatif kecil, beratap seperti kubah tong, dan di dalamnya terdapat mihrab dengan tampilan dan dekorasi yang sangat indah.

Menara, di mana adzan dilarang untuk dikumandangkan, merupakan status simbolis yang besar, yang tidak dapat diabaikan oleh siapa pun. Bahkan menejemen museum di dalam kastil dalam buklet pengantar museum menyatkan bahwa kastil tersebut “melalui menaranya yang tinggi adalah simbol nostalgia dan kerinduan akan kota suci ini, dengan tempat ini kehidupan terus berlanjut selama ribuan tahun.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here