Analis Israel, Avi Issacharoff, menyatakan, Hamas tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah meski Gaza menghadapi pembantaian oleh Israel sejak 7 Oktober 2023. Dalam artikelnya di Yedioth Ahronoth, ia menjelaskan bahwa Hamas telah beradaptasi dengan perang gerilya di tengah kehancuran Gaza.
Ia mengungkapkan bahwa militer Israel berusaha menghancurkan infrastruktur Hamas di Gaza utara, namun tantangan besar adalah serangan harus dilakukan ke setiap rumah yang dicurigai memiliki terowongan atau aktivitas perlawanan, yang hampir selalu ditemukan.
Seorang komandan Israel, Yaniv Barot, menyebut operasi di Gaza utara sangat berbahaya dan memakan korban jiwa, dengan 12 tentara Israel tewas selama dua bulan terakhir.
Menurut Issacharoff, Hamas tidak lagi beroperasi sebagai militer konvensional, melainkan telah beralih sepenuhnya ke taktik perang gerilya. Dalam situasi ini, kelompok-kelompok kecil bersenjata terus melancarkan serangan terhadap tentara Israel dan meluncurkan roket meskipun wilayah mereka hancur.
Hamas juga telah mengorganisasi ulang struktur sipil dan militernya di kota Gaza, sekitar dua kilometer dari garis depan, sambil mempertahankan komando dan operasi militer.
Bahkan di wilayah-wilayah lain yang tidak aktif oleh Israel, seperti kamp pengungsi di Gaza tengah dan selatan, Hamas terus memulihkan kekuatannya meski mengalami kerusakan besar.
Issacharoff menyimpulkan bahwa tantangan terbesar bagi Israel adalah bahwa tanpa upaya serius untuk menciptakan penguasa alternatif di Gaza, Hamas akan terus pulih dan membangun kembali kekuatannya meski terkena serangan militer berulang kali.