Setelah rumahnya di kawasan Shuja’iyya luluh lantak dihantam pasukan Israel, Hala (istri jurnalis syahid Muhammad Quraiqa, jurnalis Al Jazeera di Gaza) kini hidup di sebuah garasi sewaan di barat kota. Ia memeluk erat ketiga anaknya, yang tak mau lepas darinya seolah takut kehilangan sosok orang tua untuk kedua kalinya.

Dengan suara berat dan pakaian serba hitam, Hala memulai ceritanya. “Aku masih belum percaya Muhammad telah pergi. Hidupku berubah seketika, aku menjadi janda dan satu-satunya yang bertanggung jawab atas tiga anak. Muhammad tidak bersalah, satu-satunya ‘kesalahannya’ hanyalah ia seorang jurnalis yang menyampaikan kebenaran,” ujarnya kepada Al Jazeera Net.

Menjelang tengah malam Senin lalu, rudal pesawat tempur Israel menghantam tenda liputan tim Al Jazeera yang berdiri di depan gerbang Kompleks Medis al-Shifa, Gaza. Serangan itu menewaskan lima orang: Muhammad Qurayqa, koresponden Anas al-Sharif, serta tiga juru kamera, Ibrahim Zahir, Mu’min Aliwa, dan Muhammad Naufal. Serangan ini terjadi setelah berbulan-bulan ancaman terbuka dari juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, yang secara khusus menargetkan Anas al-Sharif.

Malam yang Menghentikan Segalanya
Hari itu Muhammad bertugas pada shift malam. Ia masih berada di rumah hingga pukul 4 sore, lalu berangkat bekerja, dengan rencana pulang pukul 11.30 malam, waktu yang sama ketika serangan itu terjadi. Mengetahui situasi perang yang kian memburuk, Hala menunggu dengan gelisah. Saat suaminya tak kunjung pulang, ia mencoba meneleponnya berkali-kali, namun tak ada jawaban.

Ia tak tahu, di saat bersamaan, Muhammad dan rekan-rekannya telah syahid. Keluarganya yang sudah mendengar kabar mencoba menghubunginya dengan hati-hati agar ia tidak kaget. Namun rasa takut mendorong Hala pergi ke rumah sakit al-Shifa, di sanalah ia berhadapan langsung dengan kenyataan pahit itu.

Sosok Ayah dan Suami
Bagi Hala, Muhammad adalah sosok yang lembut, rendah hati, dan tak pernah membuat orang lain marah. Ia hafal banyak ayat Al-Qur’an, berbakti kepada ibunya, dan setia pada keluarga serta tanah airnya. Muhammad adalah ayah dari Zain (8), Zeina (5), dan Sand (1 tahun 10 bulan).

Hubungannya dengan anak-anak sangat erat. “Mereka selalu bertanya: ‘Kapan Ayah pulang?’,” kata Hala. Bahkan saat bertugas di lapangan, Muhammad kerap menerima telepon dari anak-anak yang memintanya segera kembali. Ia tak pernah menolak, selalu meluangkan waktu mengajarkan mereka Al-Qur’an dan shalat, memberikan kasih sayang tanpa batas.

Anak bungsunya, Sand, memiliki kisah berbeda. Ia lahir pada hari kedua perang, 8 Oktober 2023. Lima hari kemudian, Hala mengungsi ke selatan bersama keluarganya setelah rumah mereka di Shuja’iyya dibom. Muhammad tetap di utara untuk meliput. Sand baru bertemu ayahnya saat berusia 1 tahun 3 bulan, usai gencatan senjata pada Januari 2025. Awalnya ia enggan dekat dengan ayahnya, membuat Muhammad sedih. Namun lama-kelamaan, mereka menjadi tak terpisahkan.

Hidup yang Sarat Kehilangan
Muhammad tumbuh dalam lingkaran kehilangan. Ayahnya meninggal saat ia berusia 6 tahun. Ia anak tunggal, hidup berdua dengan ibunya. Setelah menikah, dunianya hanya berputar antara istri, anak-anak, dan ibunya. Namun pada Maret 2024, saat invasi Israel ke Rumah Sakit al-Shifa, ibunya dieksekusi dengan darah dingin. Luka itu tak pernah sembuh, Muhammad sering berdoa, “Ya Allah, satukan aku dengannya,” sambil terus mengirim sedekah jariyah untuk almarhumah.

Di tengah gempuran perang, Muhammad tetap mengejar pendidikan. Ia menempuh studi magister jurnalistik di Universitas Islam Gaza, percaya bahwa pengetahuan adalah senjata jurnalis, sama pentingnya dengan kamera.

Persaudaraan di Medan Liputan
Hala juga menyinggung hubungan suaminya dengan Anas al-Sharif. “Mereka lebih dari sekadar rekan kerja. Mereka saling mendukung, berbagi roti, dan menghadapi bahaya yang sama di lapangan,” katanya.

Menutup kisahnya, Hala menyerukan keadilan. “Hentikan pembunuhan jurnalis di Gaza. Apa dosa Muhammad, Anas, Mu’min, Ibrahim, dan Muhammad lainnya? Dunia harus memaksa Israel bertanggung jawab dan menghentikan genosida terhadap rakyat kami.”

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here