Spirit of Aqsa, Palestina- Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1444 H, suasana di kamp pengungsi Palestina, Ain al-Hilweh, terasa meriah meskipun di tengah kondisi yang kompleks. Kamp Ain al-Hilweh yang dikenal sebagai ibukota pengungsian Palestina di Lebanon, terletak di dekat kota Sidon, sekitar tiga kilometer.
Kamp ini dikelola oleh Komite Palang Merah Internasional dan memiliki luas sekitar satu kilometer persegi, tempat tinggal bagi lebih dari 130.000 pengungsi Palestina. Menurut laporan dari Pusat Media Palestina, para penghuni kamp Ain al-Hilweh membeli pakaian baru dan peralatan untuk merayakan Idul Fitri, setelah periode kelesuan.
“Lebih dari 130.000 orang Palestina tinggal di kamp tersebut, menjadikannya kamp Palestina terbesar di Lebanon, yang memiliki 12 kamp dan sejumlah pertemuan.Menurut perkiraan tidak resmi, jumlah orang Palestina di Lebanon adalah sekitar 400.000 orang Palestina, 90% di antaranya menderita penyakit ini. kemiskinan, pengangguran dan kondisi yang kompleks,” tulis Palinfo.
Pasar Ain al-Hilweh mulai ramai lagi setelah dibuka pada tanggal 10 Ramadan meskipun dalam kondisi yang sulit. Sebagian besar pengungsi Palestina di Lebanon menderita kemiskinan, pengangguran, dan kondisi yang kompleks.
Sami Abdel Wahab, seorang pedagang di Ain al-Hilweh, mengatakan bahwa pasar di kamp ini sangat bagus. Pasar sayur di Ain al-Hilweh adalah salah satu pasar terbesar di selatan Lebanon, dan populasi penduduknya sangat padat.
“Pergerakan komersial di dalam pasar selalu dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dunia, dan harga pakaian tahun ini tampaknya sangat bervariasi antara toko dan wanita Arab, sehingga situasi ekonomi kita di kamp seperti yang ada di wilayah Lebanon mana pun,” kata Sami.
Namun, ia mengakui bahwa kondisi ekonomi di kamp Ain al-Hilweh sama seperti wilayah Lebanon lainnya, sehingga harga baju yang ditawarkan di pasar bervariasi. Menurutnya, mereka mengalami masalah dalam menentukan harga terhadap dolar AS sesuai dengan platform, dan hal ini mempengaruhi kemampuan penghuni kamp untuk membeli barang.
“Misalnya, Anda dapat menemukan item dengan beberapa harga di pasar yang sama. Kami menghadapi masalah dengan harga dolar menurut platform, dan hal ini menyebabkan ketidakmampuan pedagang untuk harga barang-barang yang dimilikinya,” ucap dia melanjutkan.
Sami menambahkan, ada lembaga dan asosiasi yang aktif untuk membantu orang-orang dengan pendapatan terbatas di kamp tersebut. Itu menjadi situasi umum di kamp tersebut. Para pengungsi hidup dalam keterbatasan.
“Sekitar 20% orang tidak dapat membeli, karena situasi ekonomi sulit bagi semua orang, dan ada asosiasi dan lembaga yang membantu kelompok orang ini dan memenuhi kebutuhan mereka,” ujar Sami.