Spirit of Aqsa, Palestina – Beberapa warga Palestina di penjara Israel melanjutkan aksi mogok makan untuk menentang tindakan diskriminasi penjajah Israel. Aksi tersebut membuka kemungkinan ada warga Palestina yang gugur syahid di dalam penjara.

Di sisi lain, penjajah Israel berusaha menghentikan aksi mogok makan itu dengan cara sadis dan tidak bermoral. Hingga hari ini, terdapat 7 warga Palestina melanjutkan mogok makan di penjara Israel karena menolak penahanan administratif. Ada Kayed Fasfous yang mogok makan selama 108 hari dan Miqdad Al-Qawasmeh selama 101 hari.

Seruan Terakhir

Direktur Asosiasi Tawanan Wa’ed, Abdullah Qindil membenarkan para tawanan mogok makan di penjara penjajah Israel telah mencapai tahap yang sangat buruk yang telah melampaui tahap bahaya ekstrim.

Badan Urusan Tawanan Palestina mengungkapkan – pagi ini, Sabtu – bahwa tawanan Miqdad Al-Qawasma menderita keracunan darah dan masalah pada jantung, paru-paru, ginjal dan hati, yang mempengaruhi kemampuannya untuk bergerak, berbicara dan melihat.

Qindil menjelaskan kepada Pusat Informasi Palestina bahwa penjajah Israel tidak peduli dengan situasi serius tawanan mogok makan. Israel justru fokus pada cara menghentikan aksi mogok ini dengan berbagai cara sadis dan tidak bermoral, yang menunjukkan bahwa metode ini memiliki dampak psikologis dan fisik yang serius pada kesehatan tawanan.

Direktur Asosiasi Wa’ed mengisyaratkan bahwa berita yang diterima dari Rumah Sakit Kaplan, di mana para tawanan yang mogok berbaring setelah kesehatan mereka memburuk. Kemungkinan kematian salah satu tawanan setiap saat sebagai akibat dari ngototnya penjajah dalam menolak menanggapi tuntutan para tawanan ini.

Qindil menegaskan bahwa para dokter Zionis yang mengawasi kondisi para tawanan mengkonfirmasi bahwa sebagian besar organ dalam dari beberapa tawanan sebenarnya rusak. Ini menandakan bahaya besar bahwa mereka dapat meninggal dunia setiap saat.

Intervensi Berbentur dengan Arogansi Israel

Tawanan pemogokan selain Fasfous dan Qawasma adalah: Alaa Al-Araj (83 hari), Hisyam Abu Hawash (74 hari), Shadi Abu Akar (67 hari), Ayyad Al-Harimi (38 hari), dan Louay Al -Ashkar (20 hari), tawanan Ratib Hurebat telah melakukan mogok makan selama 22 hari sebagai bentuk solidaritas dengan tujuh tawanan mogok makan.

Komisi Urusan Narapidana dan Mantan Narapidana memperingatkan keseriusan status dan kondisi kesehatan kedua narapidana, Fosfour dan Qawasma. Perintah penahanan administratif bagi mereka adalah eksekusi mati pelan-pelan yang mengancam nyawa mereka.

Kemungkinan kematian salah satu tawanan yang mogok meningkat setiap saat dengan tindakan sewenang-wenang yang diambil oleh penjajah Israel terhadap mereka.

Dalam konteks yang sama, Qindil menegaskan bahwa upaya internasional dan lembaga hak asasi manusia telah berlangsung selama dua minggu di belakang layar untuk menyelamatkan nyawa para tawanan yang mogok. Tetapi mereka dan masih berbenturan dengan sikap keras penjajah yang menghindar dari tanggungjawab serta menawarkan solusi jauh dari realistis dan logis, dan semua bertujuan untuk menghindarkan tawanan dari aksi mogok.

Alarm Darurat

Tawanan, Alaa Al-Araj, telah membunyikan alarm tentang situasi kesehatan yang serius dari dia dan rekan-rekannya yang telah melakukan mogok makan di penjara penjajah Israel sejak lama.

Tawanan yang lumpuh karena melakukan mogok makan selama 83 hari ini mengungkapkan kekecewaannya atas apa yang dia sebutnya sebagai lemahnya interaksi rakyat dan pemerintah yang dinilai apatis terhadap solidaritas dengan tawanan mogok makan.

Dalam sebuah pesan melalui pengacaranya yang disampaikan istrinya, Asmaa Quzmar, kemarin, Jumat, kepada semua pihak Palestina, dengan mengatakan: “Pesan kami hanya untuk Anda; jika Allah menakdirkan kami mati di jalan-Nya, maka semua kita saat ini antara hidup dan mati yang sebenarnya. Jangan kalian lupakan bahwa keteledoran ini ikut bagian dari hal yang menentukan nasib kami.”

Dia menambahkan: “Orang-orang bebas dari rakyat kita dan bangsa kita: Saya dan saudara-saudara saya yang melakukan mogok makan tersinggung oleh perasaan kami solidaritas dan tekanan untuk kami sangat rendah, baik di level rakyat, faksi atau pemerintah resmi.”

Al-Araj melanjutkan, “Kami pergi berperang dengan mengandalkan Allah saja dan kemudian pada tekad pribadi kami. Kami tidak mengandalkan hal lain, tetapi tidak pernah terpikir oleh kami bahwa orang-orang di belakang kami akan berpaling dari dukungan dan membela kami dalam pertempuran yang bisa tegas menekan dan nyata.” (Palinfo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here