“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)

Oleh: Ustadz Dr. Umar Makka, Lc

Kenikmatan bisa menjadi ladang pahala bagi orang-orang yang menyadari hakikat pemberian Sang Khalik kepadanya.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)

Ada beberapa mutiara tadabbur dari ayat di atas. Pertama, Allah Ta’ala melarang hamba-Nya mengikuti perilaku orang-orang musyrik. Orang musyrik mengikuti apa yang mereka tidak ketahui, sehingga mereka menyembah berhala-berhala. Padahal berhala itu tidak bisa mendatangkan manfaat dan tidak pula mampu mendatangkan mudarat.

Allah mengingatkan hamba-Nya agar sekali-kali tidak mengikuti apa yang mereka tidak ketahui. Sebagaimana larangan tidak mengucapkan atau memerintahkan sesuatu yang tidak diketahui kebenarannya. Ini karena “sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

Allah telah membekali setiap manusia dengan karunia yang dengannya ia mampu mengetahui kebenaran. Manusia dianugerahkan karunia pendengaran untuk mendengarkan yang baik. Karunia penglihatan agar manusia bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Manusia dianugerahkan hati nurani agar mampu memahami apa yang diinginkan oleh Allah.

Kedua, Allah mengingatkan bahwa ada nikmat yang kelak akan diminta pertanggung jawaban di akhirat kelak. Tiga nikmat itu adalah nikmat pendengaran, penglihatan, dan hati Nurani. Dia akan meminta pertanggung jawaban atas nikmat pendengaran yang telah dianugerahkan, atas nikmat penglihatan, dan atas nikmat hati yang diberikan kepada manusia.

Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang bersama Abu Bakar dan Umar bin Khattab, beliau tiba-tiba meneteskan air mata. Kedua sahabat itu pun ikut menangis. Lalu Umar bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang membuatmu menangis?”

“Wahai Abu Bakar, wahai Umar, kelak akan memintai pertanggung jawaban dari kita atas setiap nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.”

Ada hal unik yang bisa ditadabburi dari ayat di atas, yakni ketika Allah mendahulukan penyebutan kata pendengaran daripada penglihatan. Tidak hanya dalam ayat di atas, ada banyak dalam Al-Qur’an memiliki pola serupa.

Syekh Abu Bakar Al-Jazairi mengatakan, di antara hikmah pendahuluan penyebutan kata pendengaran dari nikmat penglihatan, karena nikmat pendengaran jauh lebih utama dan memiliki banyak manfaat daripada nikmat penglihatan. Berapa banyak orang yang tidak mampu melihat atau buta, tapi Allah memberikan kepada mereka kemampuan untuk menghafal Al-Qur’an.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here