Rencana besar persenjataan yang diumumkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memantik perdebatan luas di berbagai platform digital. Publik mempertanyakan arah kebijakan Tel Aviv yang berambisi beralih dari ketergantungan impor menuju swasembada industri senjata, di tengah perang berkepanjangan dan tekanan internasional yang kian menguat.

Saat ini, Israel tercatat sebagai importir senjata terbesar ke-15 dunia, menyumbang sekitar 2 persen dari total impor senjata global. Amerika Serikat menjadi pemasok utama dengan porsi 69 persen, disusul Jerman 30 persen, Italia 0,9 persen, serta negara lain seperti Inggris, Prancis, dan Spanyol dalam jumlah lebih kecil.

Namun Netanyahu mengisyaratkan perubahan haluan strategis. Ia mengumumkan persetujuan pengalokasian lebih dari 100 miliar dolar AS dalam sepuluh tahun ke depan untuk membangun industri amunisi domestik. Targetnya jelas, mengurangi ketergantungan pada pihak luar, termasuk sekutu tradisional.

Media Israel menilai langkah ini tak lepas dari situasi geopolitik terkini. Sejumlah negara sekutu (Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman) mulai memberlakukan pembatasan penjualan senjata akibat perang di Gaza. Di beberapa negara, bahkan muncul desakan pelarangan ekspor senjata dan penerapan sanksi terhadap Israel.

Respons Publik: Antara Skeptisisme dan Kekhawatiran

Program Shabakat Al Jazeera mencatat beragam respons warganet. Sejumlah akun menilai rencana tersebut sebagai langkah antisipatif atas kemungkinan menurunnya dukungan Amerika Serikat di masa depan, seiring keterlibatan Washington dalam konflik lain.

Namun, tak sedikit yang meragukan kelayakan rencana itu. Kritik mengemuka soal sumber pendanaan, akses teknologi militer Barat, hingga pasokan bahan baku strategis. Israel dinilai masih sulit melepaskan diri dari payung militer AS, terutama untuk sistem persenjataan berteknologi tinggi.

Keraguan juga dikaitkan dengan kondisi pasca-7 Oktober 2023, yang dianggap mempercepat isolasi internasional Israel. Sebagian warganet menilai upaya swasembada senjata lebih bersifat retorika politik ketimbang rencana realistis yang bisa diwujudkan dalam waktu dekat.

Bayang-bayang Ketergantungan Teknologi

Di sisi lain, media Israel menyoroti klaim Netanyahu tentang keunggulan udara Israel yang ditopang pesawat tempur F-35 buatan Amerika Serikat. Israel saat ini mengoperasikan 45 unit F-35 dan masih menunggu 30 unit tambahan, menjadikannya satu-satunya negara di kawasan yang memiliki jet tempur generasi kelima tersebut.

Fakta ini justru menegaskan paradoks rencana swasembada: di tengah ambisi mandiri, ketergantungan pada teknologi militer AS masih menjadi tulang punggung kekuatan Israel. Sebuah kontradiksi yang kini ramai diperdebatkan, bukan hanya di ruang kebijakan, tetapi juga di jagat percakapan publik digital.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here