Spirit of Aqsa, Palestina – Dalam menghadapi Yuhudisasi dan ekspansi permukiman Yahudi, sekitar 800 warga Al-Quds berjuang mempertahankan tanah mereka di Wadi Rababa, Silwan, sebelah selatan Masjid Al-Aqsha di kota suci Al-Quds yang diduduki penjajah Israel.
Wadi Rababa terletak di area sekitar 210.000 meter persegi. Untuk bisa tetap bertahan hidup, para penduduk setempat harus menghadapi kebijakan penjajah Israel dan praktik-praktik para pemukim Yahudi yang bertujuan untuk mengusir mereka.
Penjajah Israel berusaha untuk mendapatkan kendali atas Wadi Rababa dengan melaksanakan proyek dan rencana ekspansi permukiman Yahudi. Proyek yang paling menonjol belakangan ini adalah proyek “Jembatan Gantung”, yang dimulai dari kampung Al-Tsauri, melalui kampung Wadi Rababa, hingga ke daerah Nabi Dawud. Di samping pekerjaan lain di tanah kampung tersebut untuk mengubahnya menjadi “jalan dan taman taurat”, ditambah lagi dengan membuat kuburan palsu di beberapa bagian lainnya dari kampung tersebut.
Sisi yang lemah
Pakar urusan al-Quds, Nasser Al-Hidmi, menegaskan bahwa Wadi Rababa merupakan perpanjangan dari daerah Silwan yang berada dekat dengan Masjid Al-Aqsha.
Dalam pernyataan khusus kepada Pusat Informasi Palestina, Al-Hidmi menyatakan bahwa penjajah Israel sedang fokus menarget Lembah Rababa. Karena daerah tersebut dekat dengan Masjid Al-Aqsha dan dianggap sebagai sisi yang agak lemah.
Dia menjelaskan bahwa banyak tanah di daerah Wadi Rababa kepemilikan tidak jelas, dan bukti kepemilikan tidak sesuai dengan yang semestinya. Oleh karena itu penjajah Israel menargetnya dengan memintar agar masyarakat di kampung tersebut membuktikan kepemilikan mereka. Dia menyatakan bahwa jika warga tidak bisa membuktikan kepemilikan atau tidak terdaftar secara resmi, maka dikonversi dari tanah pendudukan menjadi tanah yang dianggap sebagai “properti tanpa pemilik”. Yang pada gilirannya, bisa dialihkan kepemilikannya ke organisasi permukiman Yahudi untuk pembangunan permukiman.
Dia menekankan bahwa penjajah Israel ingin masuk melalui sisi ini untuk menembus perkampungan al-Quds dan memecah-mecahnya melalui koloni-koloni permukiman yang dihuni oleh para pemukim ekstrim Yahudi untuk menguasai kota al-Quds dan mencegah komunitas-komunitas warga al-Quds terintegrasi dan saling terhubung.
Kampung ini disebut Wadi Rababa karena bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya berkembang melebar secara bertahap, mirip seperti alat musik Arab kuno “Rababa”.
Pemberian nama ini termasuk baru, dibandingkan dengan penamaan lama. Dulu, di periode Kanaan, lembah ini disebut dengan “Jai Hinom”, yang artinya adalah “Lembah Neraka”. Sementara itu orang-orang tua penduduk al-Quds, menyebutnya dengan nama “Tanah Tak Bertuan”, karena merupakan garis pemisah antara bagian timur dan barat kota.
Al-Hidmi menjelaskan bahwa lembah tersebut membentang dari lembah yang memanjang dari sisi Wadi al-Jauz dan bertemu dengan Wadi Qadrun (lembah Neraka), dan meluas ke arah Wadi Rababa yang mengelilingi di bukit tempat dibangunnya Masjid Al-Aqsha yang diberkati.
Dia menyatakan bahwa wilayah Wadi Rababa dianggap tempat suci oleh semua agama yang pernah ada di wilayah tersebut. Dia mengingatkan bahwa Wadi Rababa menghadap ke Gerbang Al-Rahma, yang oleh kaum muslimin dijadikan sebagai kuburan, menghadap ke kuburan untuk orang Kristen dan juga kuburan untuk orang Yahudi, di samping kuburan pagan tua yang berasal dari zaman Firaun yang disebut oleh orang Yahudi “Avi Shalim “.
Dia mengatakan, “Penyerbuan dan aksi-aksi perataan tanah yang terjadi di Wadi Rababa merupakan bagian dari kelanjutan yang terjadi di daerah Al Bustan di Silwan tentang surat-surat pemberitahuan penghancuran rumah dan mengosongkan daerah tersebut. Dia mengingatkan, 80 rumah yang oleh pihak penjajah Israel telah diberi surat pemberitahuan penghancuran, dengan dalih bahwa rumah-rumah tersebut merupakan bangunan yang dibangun di atas tanah yang kepemilikannya tidak jelas atau dibangun tanpa memperoleh izin yang semestinya di wilayah itu.”
Kampung Wadi Rababa adalah wilayah yang tersisa bagi masyarakat Silwan untuk membangun rumah dan sekolah serta membuat taman pribadi. Akan tetapi otoritas pendudukan penjajah Israel menolak untuk mengeluarkan izin untuk itu. Mereka mengejar dan memburu warga ketika membangun atau memperluas atau bahkan mengolah tanah dan membangun pagar.
Rencana yahudisasi
Hanna Issa, Sekretaris Jenderal Organisasi Islam-Kristen, mengatakan bahwa kampung Wadi Rababa merupakan bagian integral dari Tanah Suci Kota al-Quds selain lembah-lembah lainnya.
Dalam pernyataan khusus kepada Pusat Informasi Palestina, Issa menyatakan bahwa penjajah Israel sekarang berencana untuk mendirikan apa yang disebut “Yerusalem Raya” di atas lahan seluas 600 kilometer persegi. Dengan tujuan untuk melakukan yahudisasi kota tersebut, menciptakan karakter Yahudi baru, dan membangun “Yerusalem Raya” yang mirip dengan ibu kota Inggris, London.
Dia menjelaskan bahwa penjajah Israel telah memulai rencananya di Wadi Al-Jauz, Wadi Rababa dan kampung-kampung lain di al-Quds. Dia menyatakan bahwa penjajah Israel mengerahkan semua tekanan pada penduduk Silwan, dan sedang mengerjakan pembongkaran besar-besaran untuk mengosongkan daerah tersebut dari warganya, meratakan wilayah dan memperluas permukiman-permukiman Yahudi, serta mendirikan kampung-kampung permukiman Yahudi yang sejalan dengan “Yerusalem Raya”.
Dia mengatakan, “Kita, sebagai orang Palestina, harus memikirkan tentang bagaimana mengubah aturan konfrontasi dengan penjajah Israel dengan asas-asas baru. Harus ada pemikiran baru, perjuangan baru dan persatuan nasional berdasarkan fondasi yang kuat dan upaya kolektif semua orang Palestina.”