Kasus para tahanan Palestina di penjara Israel memasuki fase kritis. Gambaran pahitnya semakin nyata melalui kesaksian para mantan tahanan dan keluarga mereka, serta dokumentasi lembaga hak asasi lokal dan internasional.

Kesaksian ini menyingkap realitas kemanusiaan yang rumit: pelanggaran sistematis, perlakuan kejam, dan memburuknya kondisi hidup dan kesehatan para tahanan. Dari pembatasan komunikasi dengan dunia luar hingga pengabaian medis, penyiksaan fisik, hingga pelecehan seksual dan bahkan pembunuhan, derita mereka mencerminkan tragedi yang tak terbayangkan.

Menurut pengakuan mantan tahanan Palestina yang baru dibebaskan, praktik penyiksaan seksual sistematis di penjara sudah melibatkan pemerkosaan, penghilangan pakaian paksa, dokumentasi melalui foto paksa, penggunaan alat-alat seksual, bahkan serangan oleh anjing penjaga.

Salah satu kasus paling mencengangkan adalah seorang wanita berusia 42 tahun yang mengalami pemerkosaan sebanyak empat kali oleh tentara Israel, diiringi penghinaan verbal, difoto telanjang, disetrum listrik, dan dipukuli di seluruh tubuhnya, semua terkonfirmasi oleh lembaga hak asasi terkait.

Lembaga hak asasi Palestina menegaskan, ini bukan kasus terisolasi, melainkan bagian dari apa yang dapat disebut “kebijakan sistematis terkait kejahatan genosida” terhadap rakyat Palestina. Para komisaris hak asasi PBB menyerukan pembukaan investigasi internasional independen untuk menelusuri pelanggaran ini.

Melampaui Batas Imajinasi

Abdullah Al-Zaghari, Ketua Klub Tahanan Palestina, menekankan bahwa kekejaman yang dialami para tahanan melampaui batas imajinasi: mulai dari penyiksaan sistematis, kelaparan, kejahatan medis, hingga kekerasan seksual termasuk pemerkosaan.

Dia menambahkan, setiap hari kesaksian baru mengungkap rincian dan informasi lebih berbahaya tentang skema pembantaian yang terjadi di penjara Israel. Pengakuan resmi pihak Israel kepada “Organisasi Dokter untuk Hak Asasi Manusia – Israel” mencatat 94 tahanan gugur sejak awal perang hingga Agustus 2025, kemudian bertambah empat tahanan lagi, total 98. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, melewati angka seratus.

Sejak awal perang atas Gaza, lembaga hak asasi Palestina mendokumentasikan 81 tahanan gugur di penjara Israel.

Mentalitas Balas Dendam

Hassan Abd Rabboh, penasihat Badan Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan, menegaskan, kesaksian terbaru menunjukkan peningkatan penggunaan kekerasan ekstrem: pemukulan hebat, borgol yang menimbulkan rasa sakit, dan posisi tubuh menyiksa untuk jangka waktu lama hingga beberapa tahanan harus dirawat di rumah sakit.

Ia menekankan bahwa perlakuan ini sudah melewati batas kekejaman, menuju penyiksaan fisik langsung. Kisah para tahanan dan mantan tahanan memperlihatkan tingkat pelanggaran fisik dan psikologis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Beberapa tahanan wanita mengungkapkan pelecehan dan penghinaan sistematis, tanpa adanya pengawasan internasional maupun hak asasi di penjara Israel.

Abd Rabboh menambahkan, pengelolaan penjara bermental balas dendam pasca-perang bertujuan mematahkan semangat para tahanan, bukan sekadar menegakkan kontrol. Kasus pelecehan dan ancaman seksual, termasuk pemerkosaan, merupakan pelanggaran serius yang tergolong kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan menurut hukum internasional.

Ia mengingatkan, pengabaian kesehatan para tahanan bukan lagi pengecualian, melainkan kebijakan tetap. Tekanan pada komunitas internasional dan badan investigasi PBB diperlukan untuk membuka akses penjara bagi pengawasan independen. Hak-hak tahanan bukan sekadar isu kemanusiaan, tetapi masalah politik dan moral yang menyangkut martabat rakyat Palestina.

Situasi yang Mengerikan

Qadura Faris, mantan Ketua Badan Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan, menegaskan bahwa kesaksian para tahanan wanita dan pria baru-baru ini mengungkap tingkat kekerasan terorganisir yang belum pernah terjadi sebelumnya. Israel menggunakan penyiksaan sebagai alat politik untuk menghukum seluruh masyarakat Palestina.

Kesaksian para tahanan wanita mengguncang publik, menceritakan pelecehan fisik dan psikologis, serta upaya penghinaan yang bertujuan meruntuhkan kemanusiaan mereka. Banyak cerita mengisahkan kekerasan seksual dan pemerkosaan, yang menurut Faris membutuhkan investigasi internasional segera. Ia menekankan, “Kejahatan seksual bukan sekadar serangan pada tubuh, tetapi upaya untuk menghapus kemanusiaannya sepenuhnya.”

Sumber: Palinfo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here