Menjelang musim dingin yang akan tiba, Gaza menghadapi ancaman banjir yang serius. Para pengungsi berjuang menegakkan tenda-tenda reyot mereka, meski mengetahui bahwa air hujan akan merembes dari atas dan limbah akan menggenang di bawah kaki mereka.

Situasi semakin mengkhawatirkan di sekitar kolam penampungan air hujan, tempat ribuan pengungsi menetap. Peringatan dari pemerintah kota tentang kemungkinan luapan air menambah rasa cemas, terutama bagi lebih dari dua juta warga Palestina yang harus menanggung dampak dari kerusakan infrastruktur parah akibat agresi Israel selama dua tahun terakhir, tanpa ada tanda-tanda rehabilitasi.

Infrastruktur yang Hancur

Di sekitar Kolam Sheikh Radwan utara Kota Gaza, ribuan ton reruntuhan menyelimuti sisa-sisa perang darat yang dilancarkan militer Israel pada awal Agustus. Semua saluran pembuangan dari kolam menuju pantai hancur, sehingga air kini mencapai level yang berisiko banjir begitu hujan pertama musim dingin turun.

Warga yang kehilangan rumah tidak punya pilihan selain menegakkan tenda di sekitar kolam, meski risiko banjir tinggi. Menurut Husni Mahna, juru bicara Pemerintah Kota Gaza, selama perang, 85% infrastruktur layanan kota hancur.

Empat kolam penampungan utama (yang sebelumnya melindungi kota saat hujan deras) dihancurkan. Selain itu, lebih dari 15 ribu meter jaringan drainase air hujan, 180 ribu meter jaringan pembuangan limbah, dan 1.600 saluran dari 4.400 unit rusak parah, termasuk kerusakan pada pompa dan fasilitas pengolahan air.

Hasilnya, banyak wilayah, terutama daerah rendah dan hancur, berisiko banjir dan limpahan limbah beracun.

Kebutuhan Mendesak

Situasi serupa terlihat di Kamp Pengungsian Jabalia utara Gaza, dekat Kolam Abu Rashid, yang rusak akibat agresi Israel. Kementerian Pemerintahan Lokal melaporkan, lebih dari 700 ribu meter jaringan air dan limbah, 3 juta meter jalan dan fasilitas umum, serta 725 sumur air pusat rusak atau hancur.

Selain itu, 134 proyek air bersih dihancurkan, 4 kepala badan lokal tewas, dan 176 staf terbunuh. Kerugian awal sektor layanan dan pemerintahan diperkirakan mencapai 6 miliar dolar.

Pemerintah kota memperingatkan bahwa banjir bisa melanda jalan dan permukiman, terutama di sekitar kolam penampungan dan daerah terdampak perang, membawa limbah berbahaya ke rumah, jalan, dan kamp pengungsian, yang berpotensi menyebarkan penyakit dan pencemaran lingkungan.

Upaya Penanggulangan dan Hambatan

Pemerintah lokal membutuhkan peralatan darurat: pipa berbagai diameter, tutup saluran, pompa baru, bahan bangunan untuk memperkuat kolam, sistem energi alternatif, bahan bakar, dan alat berat untuk pengurasan dan pemeliharaan.

Namun, Israel melarang masuknya peralatan ini sejak awal perang, termasuk barang-barang berlabel “dual use”, sehingga kemampuan kota untuk melakukan pemeliharaan preventif terhambat, meningkatkan risiko bencana.

Saat ini, ratusan ribu tenda menampung pengungsi yang kehilangan rumah akibat penghancuran 367 unit rumah setiap hari selama dua tahun, dengan 394 keluarga kehilangan tempat tinggal tiap hari. Banyak tenda sudah lebih dari dua tahun, rusak akibat cuaca dan lama tinggal, sehingga tidak lagi layak untuk perlindungan dari hujan dan dingin, membuat penghuninya sangat rentan terhadap sakit, hypothermia, atau tenggelam saat banjir.

Seruan Mendesak

Pemerintah Kota Gaza, yang memimpin Asosiasi Kota di seluruh sektor, meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga kemanusiaan, donor, dan mediator internasional untuk menekan Israel agar mencegah bencana sebelum terjadi.

Musim dingin kali ini diprediksi sebagai yang paling berbahaya dalam beberapa dekade terakhir. Tanpa intervensi segera, Gaza menghadapi ancaman ganda: bencana kemanusiaan dan lingkungan yang meluas, memperburuk penderitaan warga yang telah dua tahun hidup di reruntuhan.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here