Sejak Senin Dinihari (15/9), serangan Israel di Gaza menelan 50 nyawa warga Palestina, sebagian besar di kota Gaza, menurut sumber medis setempat. Selain itu, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat 3 kematian baru dalam 24 jam terakhir akibat kelaparan dan malnutrisi, menjadikan total korban kelaparan mencapai 425 jiwa, termasuk 145 anak.
Serangan udara dan artileri Israel semakin masif, menargetkan berbagai wilayah secara acak. Rumah-rumah dihancurkan menggunakan robot dan alat peledak, terutama di distrik Zaitun selatan Gaza dan kawasan Baraka al-Sheikh Radwan di utara. Serangan ini disertai penembakan intensif saat pasukan Israel menyusup ke selatan kota.
Di utara Gaza, dua rumah keluarga dibom hingga menewaskan 10 warga, sementara 5 lainnya tewas di kawasan Al-Karama akibat pengeboman di kerumunan warga sipil. Serangan juga menimpa warga yang menunggu bantuan, termasuk 5 syahid di Khan Yunis, dan seorang jurnalis tewas di rumahnya di barat Gaza.
Di tengah kota, satu warga syahid di Al-Mughraqa, sementara kamp pengungsi Nuseirat mengalami serangan artileri intens. Di Khan Yunis, 3 warga, termasuk pasangan suami-istri, tewas di kawasan Al-Mawasi, sementara serangan menargetkan perkampungan sipil di sekitar Gedung Jasser.
Evakuasi dan pengungsian massal terjadi, dengan Jalan Al-Rashid di pesisir menjadi satu-satunya jalur keluar bagi pengungsi, penuh sesak di tengah tekanan evakuasi, blokade, dan kelaparan.
Kementerian Kesehatan menegaskan Gaza membutuhkan minimal 350 unit darah setiap hari untuk menangani pasien dan korban luka, dengan stok darah yang kini benar-benar habis.
Menurut pemantau PBB, lebih dari 85% wilayah Gaza telah hancur akibat perang yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023. Dengan dukungan Amerika Serikat, Israel melakukan genosida yang telah merenggut 64.905 nyawa, melukai 164.926 warga Palestina, mayoritas anak-anak dan perempuan, serta menyebabkan kelaparan yang menewaskan 425 orang, termasuk 145 anak.
Sumber: Al Jazeera, Anadolu