Sebuah unit khusus Israel kembali menangkap jurnalis foto Palestina, Mu’az Amarna, pada Rabu malam (20/8) ketika ia berada di jalan penghubung antara Bethlehem dan Hebron, Tepi Barat yang diduduki. Menurut sumber-sumber lokal, Amarna langsung digelandang ke lokasi yang hingga kini tidak diketahui.
Ini bukan kali pertama Amarna berhadapan dengan represi militer Israel. Ia sempat ditahan di awal agresi ke Gaza dan kini kembali ditangkap. Lebih jauh ke belakang, publik masih mengingat bagaimana pada 2019 Amarna kehilangan satu matanya setelah terkena peluru tentara Israel saat meliput aksi protes warga di desa Surif, Hebron utara. Tragedi itu menjadi simbol nyata risiko yang dihadapi jurnalis Palestina yang bekerja di lapangan.
Amarna juga pernah ditahan secara administratif hampir sembilan bulan sebelum akhirnya dibebaskan sekitar setahun lalu. Pola berulang ini memperlihatkan bagaimana jurnalis Palestina bukan hanya menghadapi risiko fisik di lapangan, tapi juga ancaman kriminalisasi dan penahanan berkepanjangan.
Kasus Amarna menyoroti dilema besar: di satu sisi, jurnalis Palestina berusaha menjaga rekam jejak fakta dari wilayah konflik; di sisi lain, negara pendudukan terus berupaya membungkam suara yang bisa membongkar wajah asli pendudukan. Penangkapan ini, bagi banyak pengamat, bukan sekadar insiden personal, melainkan sinyal bagaimana Israel menjadikan kebebasan pers sebagai korban dari strategi kontrol narasi.