Surat kabar Yedioth Ahronoth mengungkap pengakuan sejumlah pejabat militer Israel bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sengaja menghambat proses penunjukan perwira tinggi. Langkah ini dikaitkan dengan permintaan pemerintah agar militer mempercepat penyusunan rencana untuk menginvasi sisa wilayah Gaza.
Sumber militer menyebut ada keterkaitan langsung antara persetujuan penunjukan jabatan strategis di tubuh militer dengan percepatan finalisasi rencana tersebut. Sejumlah komandan bahkan menilai tindakan Netanyahu sebagai bentuk “pemerasan” politik terhadap institusi militer.
Menurut pengamat isu Israel, Muhannad Mustafa, Netanyahu sedang menekan Menteri Pertahanan Yisrael Katz agar menunda persetujuan penunjukan itu. Tujuannya adalah mengganti jajaran elit militer dengan sosok yang sejalan dengan kebijakan sayap kanan, sekaligus menegaskan pesan bahwa “militer tunduk pada pemerintah” bahkan dalam urusan yang seharusnya bersifat profesional.
Sementara itu, analis Imad Abu Awad menilai Netanyahu berupaya mengubah identitas militer Israel dengan menempatkan perwira yang dekat dengan kelompok nasionalis-religius dan menyingkirkan tokoh dari arus utama Zionis liberal. Saat ini, sekitar 40% perwira berasal dari kubu nasionalis-religius, meski proporsi mereka di masyarakat Israel hanya 12%. Abu Awad memperingatkan bahwa dominasi kubu ini dapat mengubah militer dari “tentara negara” menjadi “tentara Tuhan” yang lebih brutal terhadap warga Palestina.
Ia menambahkan, penyingkiran perwira dari kalangan liberal tradisional (yang dinilai lebih berpengalaman dan berpendidikan) akan melemahkan kemampuan inovasi, mengurangi motivasi tempur, serta memperburuk penurunan kepercayaan publik terhadap militer. Survei terbaru menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap militer Israel turun dari lebih 90% menjadi sekitar 70%.
Polemik ini terjadi di tengah laporan Kan (lembaga penyiaran publik Israel) yang menyebut adanya “retakan” di jajaran keamanan akibat penunjukan militer yang menuai penolakan Menteri Pertahanan. Pemimpin oposisi Yair Lapid menyebut kebijakan Netanyahu sebagai bukti kekacauan dalam mengelola negara dan militer, sementara perdebatan soal rencana pendudukan penuh Gaza terus memanas.