Laporan dari media Israel dan Amerika Serikat pada Jumat dini hari mengungkap keputusan penting: kabinet perang Israel telah menyetujui usulan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menguasai seluruh Jalur Gaza, meski ada penolakan keras dari pucuk pimpinan militer.

Harian Israel Hayom memberitakan bahwa keputusan itu diambil setelah sepuluh jam pembahasan intens di Dewan Menteri. Sementara Kan, lembaga penyiaran publik Israel, menegaskan persetujuan tersebut diberikan meski Kepala Staf Eyal Zamir telah mengeluarkan peringatan serius.

Mengutip The Jerusalem Post, seorang pejabat Israel menyebut tahap awal operasi akan memusatkan serangan pada kantong-kantong pertahanan pejuang di Kota Gaza, sebelum diperluas ke kamp-kamp pengungsi utama di tengah wilayah tersebut.

Situs Axios menambahkan, kantor Netanyahu memastikan militer tengah bersiap menguasai Kota Gaza, sambil berjanji menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di luar zona pertempuran, sebuah narasi yang kerap digunakan untuk meredam kritik internasional.

Langkah ini diambil setelah pertemuan maraton Dewan Politik dan Keamanan Israel yang membahas eskalasi operasi militer di Gaza. Sebelumnya, Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa kabinet condong menyetujui “manuver” untuk memperdalam pendudukan di Kota Gaza. Namun, perbedaan tajam antara Netanyahu dan Kepala Staf tetap ada.

Zamir menentang rencana ini, memperingatkan bahwa operasi bisa memakan waktu hingga dua tahun, dengan risiko besar terhadap nyawa prajurit Israel dan keselamatan para tawanan. Ia menegaskan akan terus menyuarakan pandangannya secara independen, tanpa takut tekanan politik.

Beberapa jam sebelum pertemuan kabinet, Netanyahu dalam wawancara dengan Fox News mengumumkan secara terbuka niat Israel menguasai penuh Gaza. Ia menambahkan, Israel tidak berniat memerintah wilayah itu secara permanen, melainkan ingin menyerahkannya pada “kekuatan Arab” yang dianggap tidak mengancam.

Tanda-Tanda Invasi Darat
Di sisi lain, NBC News melaporkan, citra satelit menunjukkan Israel tengah mengerahkan pasukan besar di sekitar Gaza, indikasi kuat bahwa invasi darat besar-besaran sudah di depan mata. Formasi militer yang terlihat menggarisbawahi kesiapan Israel mengeksekusi operasi tersebut.

Sejak Mei lalu, militer Israel meluncurkan operasi baru bernama Aravaot Gideon (Arabah Gideon), namun catatan di lapangan menunjukkan hasil yang buruk: lebih dari 40 prajurit tewas dan puluhan lainnya luka pada Juni–Juli. Mantan pejabat militer dan keamanan pun menyebut operasi itu gagal mencapai tujuan strategis.

Faksi-faksi perlawanan Palestina memperingatkan, setiap upaya Israel untuk menguasai penuh Gaza akan dibalas dengan harga yang sangat mahal. Saat ini, pasukan Israel telah mengendalikan sebagian besar Kota Rafah di selatan, serta sebagian wilayah Gaza tengah dan utara.

Keputusan ini menandai babak baru dalam perang panjang yang tidak hanya menentukan peta militer, tetapi juga menguji batas kemanusiaan di tanah yang telah lama dikepung.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here