encana Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu untuk menjajah ulang Jalur Gaza telah memicu ketegangan serius di tubuh kepemimpinan Israel sendiri. Antara barisan politik dan militer, suara pecah. Kepala Staf Militer, Eyal Zamir, menyebut rencana itu “perangkap strategis” yang bisa menyeret Israel ke dalam lumpur konflik yang lebih dalam.

Menurut analis militer Kolonel Hatim Karim Al-Falahi, langkah untuk kembali menjajah Gaza justru memperbesar risiko terhadap nyawa para tawanan Israel yang saat ini berada di wilayah tersebut. Dalam analisisnya di Al Jazeera, ia menyoroti bahwa sejumlah wilayah Gaza yang belum tersentuh pasukan darat Israel selama invasi sebelumnya, masih menyimpan infrastruktur kuat yang relatif utuh, selain kerusakan akibat serangan udara.

Artinya, jika militer Israel benar-benar masuk, mereka akan berhadapan dengan gelombang perlawanan yang sengit dan terorganisir, yang bisa menyebabkan kerugian besar, baik dari sisi persenjataan, pasukan, maupun ketahanan psikologis mereka sendiri.

Netanyahu disebut mengincar kawasan inti Gaza seperti Kota Gaza, Deir Al-Balah, dan kamp-kamp pengungsi di wilayah tengah (Nuseirat, Maghazi, Bureij, dan Zawaida). Tujuannya: menjajah ulang atau setidaknya mengepung total kawasan-kawasan ini.

Namun langkah ini datang di saat militer Israel sendiri tengah berada dalam krisis, mulai dari strategi tempur, kapasitas operasional, pembiayaan perang, hingga tekanan ekonomi dan kemanusiaan.

Sementara itu, pimpinan militer terlihat gamang dan enggan melangkah ke opsi penjajahan penuh, karena itu akan menuntut pengerahan besar-besaran pasukan ke dalam Gaza, sebuah wilayah kecil namun padat, yang telah berubah menjadi labirin perlawanan rakyat.

Sebagai alternatif, Kepala Staf Eyal Zamir mendorong strategi yang lebih terbatas: menguasai jalur-jalur strategis seperti Koridor Morag dan Netzarim, mengepung Kota Gaza, dan melakukan serangan terbatas ke sejumlah titik tanpa membahayakan nyawa para tawanan.

Namun, jika tekanan militer ini gagal memaksa pejuang Palestina menyerah, Zamir menyiratkan kemungkinan akan tetap menuju ke tahap akhir: penjajahan total atas seluruh Jalur Gaza.

Tel Aviv memperkirakan terdapat 50 tawanan Israel di Gaza, setidaknya 20 di antaranya masih hidup. Di sisi lain, lebih dari 10.800 warga Palestina mendekam di penjara-penjara Israel, mengalami penyiksaan, kelaparan, dan kelalaian medis yang telah merenggut nyawa banyak tahanan.

Sebagai catatan sejarah, Israel terakhir kali menarik diri dari Gaza pada Agustus 2005, setelah menjajah wilayah kecil berukuran 360 km persegi itu selama 38 tahun dan mendirikan 21 permukiman yang kala itu menguasai sepertiga wilayah Gaza.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here