Pemimpin senior Hamas, Osama Hamdan, mengecam keras upaya Amerika Serikat dan Israel yang disebutnya tengah mengalihkan fokus Dewan Keamanan PBB dari krisis kemanusiaan di Gaza ke isu tawanan Israel. Dalam pernyataan resmi, Hamdan menegaskan, dua juta warga Palestina kini hidup dalam neraka terbuka akibat blokade dan genosida yang dilancarkan oleh Israel.
“Israel telah mengubah Gaza menjadi kamp konsentrasi bergaya Nazi, bahkan lebih mengerikan daripada Auschwitz,” tegas Hamdan. Ia menyebut bahwa praktik pembunuhan massal dan pemusnahan yang dilakukan di Gaza telah melampaui kekejaman Holocaust.
Menurutnya, kini saatnya dunia menghentikan kejahatan ini dan menyeret para pelakunya ke pengadilan. Dunia internasional harus memaksa Israel untuk tunduk pada hukum humaniter internasional dan menghentikan kebijakan pembantaian terhadap rakyat Palestina.
Hamdan juga menyoroti kebijakan kelaparan sistematis terhadap dua juta warga Gaza, yang dilakukan secara terbuka di depan mata dunia. Ia menyebutnya sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan yang akan menjadi noda abadi di dahi penjajah, pendukungnya, dan mereka yang diam melihatnya.”
Ia mengkritik tajam sikap munafik negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang bersikap toleran terhadap kejahatan Israel, tetapi begitu cepat membela para tawanan Israel di Gaza. “Ini adalah politik cacat yang mengukur dengan dua timbangan ketika berhadapan dengan penjajah Zionis,” katanya.
Hamdan menegaskan bahwa Israel dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu – yang kini berstatus buronan di Mahkamah Pidana Internasional – bertanggung jawab penuh atas nasib para tawanan Israel di Gaza. Menurutnya, penolakan Israel untuk menyetujui gencatan senjata dan terus melanjutkan pembantaian membuat kehidupan para tawanan semakin terancam.
Ia juga menyoroti kondisi tawanan Israel, seperti Evyatar David, yang disebutnya menjadi korban dari kebijakan pengepungan, kelaparan, serta larangan masuknya bantuan makanan dan obat ke Gaza. Namun, Hamdan menegaskan bahwa para tawanan Israel di Gaza diperlakukan secara manusiawi, sesuai nilai-nilai Islam, dan dengan sumber daya terbatas yang dimiliki warga Gaza. Mereka makan dan minum seperti rakyat Palestina lainnya—berbanding terbalik dengan penyiksaan brutal terhadap tawanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Neraka Penjara dan Kekejaman Terhadap Tawanan Palestina
Hamdan menyoroti lonjakan luar biasa pelanggaran Israel terhadap tawanan Palestina sejak Oktober 2023. Menurut data terakhir, jumlah tawanan mencapai 10.800 orang hingga Juli lalu. Di antaranya, terdapat 49 perempuan, 495 anak-anak, dan hampir 4.000 orang yang ditahan tanpa dakwaan (tahanan administratif). Lebih dari 2.400 di antaranya berasal dari Gaza. Jumlah ini bahkan tidak mencakup mereka yang ditahan secara diam-diam.
Para tawanan, kata Hamdan, mengalami siksaan sistematis, kelaparan, pemukulan brutal, patah tulang, dan pengabaian medis. Sebanyak 76 tawanan telah gugur akibat penyiksaan, kelaparan, dan kurangnya perawatan medis, terutama di bawah kendali ekstremis sayap kanan, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir.
Hamdan bahkan merilis foto penyiksaan yang dibocorkan dari dalam penjara Israel, seraya menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk melihat kenyataan tersebut. Ia menyebut penjara Sde Teiman sebagai neraka yang ditutupi kabut, di mana para tahanan mengalami pemerkosaan, penyiksaan, dan pelecehan bermartabat.
Seruan Mendesak: Buka Perbatasan, Akhiri Genosida
Hamdan menegaskan kembali kesiapan Hamas untuk bekerja sama dengan Palang Merah guna menyalurkan makanan dan obat-obatan kepada para tawanan Israel di Gaza. Namun ia menekankan bahwa satu-satunya jalan keluar dari krisis kelaparan adalah dengan segera membuka perbatasan dan membiarkan bantuan kemanusiaan masuk secara utuh ke Gaza.
Ia menyerukan kepada dunia agar menekan Israel mematuhi hukum internasional, termasuk kewajiban memberikan makanan dan layanan dasar kepada penduduk sipil. Kebijakan kelaparan massal, kata Hamdan, adalah kejahatan perang.
Ia juga menuntut Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi tegas guna menghentikan genosida, membuka semua jalur bantuan, dan mengakhiri penyiksaan terhadap tawanan Palestina.
“Lihatlah tubuh kecil Maryam Dawas,” seru Hamdan menutup pernyataannya, “yang awalnya berbobot 25 kilogram, kini hanya tersisa kurang dari 10. Ia tak lagi bisa berdiri, tak mampu berjalan. Ia adalah wajah dari kejahatan yang sedang dibiarkan terjadi.”