Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese, menyebut Israel sengaja membunuh anak-anak dan menyebabkan jutaan orang kelaparan. Ia menyatakan bahwa tujuan Israel adalah “menghapus rakyat Palestina dari Jalur Gaza”.
Pernyataan keras Albanese muncul menyusul kematian seorang penyandang disabilitas asal Palestina yang meninggal dunia karena kelaparan di Gaza. Dalam unggahan di platform X (dulu Twitter), ia menulis, “Generasi kami tumbuh dengan pemahaman bahwa Nazi adalah kejahatan terbesar… Hari ini ada sebuah negara (mengacu pada Israel) yang sengaja membuat jutaan orang kelaparan dan menembak anak-anak.”
Berbicara kepada Al Jazeera, Albanese menyebut tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan kondisi Gaza. Ia menegaskan bahwa kelaparan telah mencapai puncaknya. Menurutnya, masyarakat internasional saat ini justru “memberi hadiah” kepada Israel. “Tidak masuk akal bicara solusi dua negara ketika Israel sedang melakukan genosida,” ujarnya.
Albanese juga memperingatkan bahwa Gaza telah menjadi “kuburan anak-anak” akibat kelambanan dunia internasional. Ia menyoroti bahwa pembatasan dan pengepungan terhadap bantuan kemanusiaan turut mempercepat kematian warga. Ia mendesak komunitas global untuk segera menghentikan bencana kemanusiaan ini.
Dalam kritiknya terhadap Amerika Serikat dan Israel, Albanese menyebut mekanisme distribusi bantuan yang mereka terapkan bersifat “kriminal”. “Mereka membagikan makanan lewat cara yang mematikan, dan tidak ada satu pun yang menghalangi mereka,” katanya.
Israel Hukum PBB karena Suara Kritis
Sementara itu, Israel terus membatasi kerja lembaga kemanusiaan internasional. Pada Minggu (20/7), Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar resmi mengumumkan tidak memperpanjang izin tinggal Kepala Kantor Koordinasi Kemanusiaan PBB (OCHA) setelah lembaga itu menyatakan bahwa Gaza menghadapi kelaparan yang bersifat katastrofik dan mengecam penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
Sebelumnya, Israel juga menolak memperpanjang visa tiga pejabat tinggi dari badan-badan PBB, termasuk dari OCHA, Komisariat Tinggi HAM PBB, dan UNRWA—badan yang memberikan dukungan utama bagi warga Palestina di Gaza.
Juru bicara PBB, Stéphane Dujarric, mengonfirmasi bahwa visa para pimpinan lokal dari tiga badan itu memang tidak diperpanjang dalam beberapa bulan terakhir. Kepala urusan kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, mengatakan di hadapan Dewan Keamanan bahwa misi PBB bukan sekadar menyalurkan bantuan, tapi juga melindungi hukum humaniter internasional.
“Setiap kali kami melaporkan kondisi di lapangan, kami dihadapkan pada ancaman pembatasan akses yang lebih besar ke warga sipil yang kami bantu,” kata Fletcher. Ia menyebut Gaza sebagai wilayah paling tegang saat ini dalam menjalankan misi kemanusiaan dan perlindungan HAM.
Fletcher menyebut kondisi di Gaza “melampaui batas deskripsi”, dengan warga yang ditembaki saat mencari makanan dan pasokan pangan yang makin menipis. Ia menegaskan bahwa Israel sebagai kekuatan pendudukan telah melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Jenewa untuk memenuhi kebutuhan warga sipil.
Diketahui, Israel telah melarang UNRWA beroperasi di wilayahnya, dan mencegah Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, masuk ke Gaza. Dua pejabat PBB lain yang terkena dampak kebijakan Israel adalah Jonathan Whittall, ahli kemanusiaan asal Afrika Selatan di OCHA, dan Ajith Sunghay, pengacara HAM lulusan Inggris dari Komisariat Tinggi HAM PBB.
Sumber: Al Jazeera