Program Pangan Dunia (WFP) menyatakan bahwa krisis kelaparan di Jalur Gaza telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam pernyataan resminya, WFP mengungkapkan bahwa satu dari setiap tiga warga Gaza tidak makan selama beberapa hari karena kelangkaan makanan yang ekstrem.
WFP melaporkan bahwa warga Gaza yang mengantre bantuan kemanusiaan menjadi sasaran tembakan dari tank-tank dan penembak jitu Israel, meskipun mereka hanya berusaha mendapatkan makanan di tengah ancaman kelaparan massal. “Orang-orang di Gaza sekarat karena kekurangan bantuan,” tegas badan PBB tersebut, seraya mendesak komunitas internasional dan semua pihak terkait untuk segera memfasilitasi distribusi bantuan pangan.
Dalam pernyataannya, WFP mengecam insiden penembakan terhadap warga sipil yang menunggu bantuan pada Minggu (20/7) lalu, menyebutnya sebagai cerminan dari betapa berbahayanya situasi kemanusiaan di Gaza. Disebutkan bahwa sebuah konvoi berisi 25 truk bantuan makanan yang menyeberang melalui pos perbatasan Zikim ke Gaza utara langsung diserbu warga yang kelaparan. Penembakan terhadap kerumunan itu menyebabkan sejumlah korban tewas dan luka-luka.
Sementara itu, Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA) menegaskan bahwa penggunaan kelaparan sebagai senjata perang merupakan kejahatan perang. “Keluarga-keluarga di Gaza menghadapi kelaparan yang sangat parah, anak-anak mengalami gizi buruk, dan sebagian bahkan meninggal dunia sebelum bantuan bisa menjangkau mereka,” sebut OCHA.
Banyak warga yang nekat mencari makanan dengan mempertaruhkan nyawa, dan tak sedikit dari mereka yang menjadi korban tembakan. OCHA menegaskan bahwa akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan adalah keharusan secara hukum dan moral.
Korban Jiwa Akibat Kelaparan Terus Bertambah
Kementerian Kesehatan di Gaza mencatat sedikitnya 19 orang meninggal dunia akibat kelaparan dalam 24 jam terakhir. Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup seluruh perlintasan menuju Gaza dan melarang masuknya bantuan pangan dan medis, menyebabkan bencana kelaparan meluas di wilayah tersebut.
Pada 27 Mei lalu, Israel bersama Amerika Serikat menyepakati mekanisme distribusi bantuan secara terbatas yang dijalankan di luar pengawasan PBB dan organisasi kemanusiaan internasional. Namun, mekanisme ini justru memperburuk kondisi warga Palestina.
Pasukan Israel dilaporkan menembaki warga yang sedang mengantre bantuan, memaksa mereka untuk memilih antara mati kelaparan atau mati ditembak.
Dalam laporan terbaru, Kantor Media Pemerintah di Gaza menyebut jumlah korban jiwa akibat mencoba mengakses bantuan melalui mekanisme tersebut telah mencapai 995 orang syahid, 6.011 luka-luka, dan 45 orang masih hilang.
Sumber: Al Jazeera