Kritik terhadap kebijakan Israel terus meningkat di Amerika Serikat seiring berlanjutnya perang di Gaza. Suara-suara lantang datang dari tokoh-tokoh agama, politikus terkemuka, bahkan anggota Partai Republik di Kongres.
Media Israel, Haaretz, melaporkan adanya pergeseran sikap dalam gerakan “Make America Great Again” (MAGA) yang mendukung Presiden Donald Trump. Menurut laporan itu, kini semakin jelas bahwa sebagian tokoh MAGA mulai terbuka terhadap kritik terhadap kebijakan Israel.
Namun, Jene Card, seorang analis strategis dari Partai Republik, meremehkan anggapan tersebut. Ia menyebutnya sebagai “berlebihan” dan menegaskan bahwa yang terpenting adalah mendengarkan langsung pendapat Trump, tokoh utama dalam gerakan ini.
Menurut Card, media terlalu bersemangat menyoroti adanya perpecahan dalam barisan pendukung Trump. Dalam pernyataannya kepada program “Path of Events”, Card menyatakan keyakinannya bahwa hal itu tidak akan memengaruhi posisi mantan presiden.
Namun, pernyataan Card itu ditantang oleh Adolfo Franco, analis strategi dari Partai Republik lainnya. Ia menekankan bahwa Trump sebenarnya mendengarkan banyak penasihatnya, termasuk Tom Barrack (duta besar AS untuk Turki sekaligus utusan ke Suriah) yang kini semakin vokal mengkritik pemerintahan Benjamin Netanyahu.
Franco menyebut sejumlah peristiwa baru-baru ini sebagai indikasi bahwa Trump mulai tidak nyaman dengan kondisi di Suriah. Sementara itu, isu Gaza telah berkembang menjadi isu domestik di Amerika Serikat.
Franco menambahkan bahwa gerakan MAGA tidak memberikan “cek kosong” bagi Israel. “America First” tetap menjadi prioritas utama, dan hal itu, menurutnya, tidak sejalan jika strategi yang dijalankan adalah mendukung Netanyahu tanpa batasan.
Situs Axios juga melaporkan adanya keraguan yang tumbuh dalam lingkaran Trump terhadap Netanyahu. Seorang pejabat AS mengatakan bahwa “sensasi bahwa Netanyahu selalu siap menarik pelatuk” sangat mengganggu.
Pejabat tersebut bahkan menyamakan Netanyahu dengan “anak kecil yang tak tahu sopan santun”, mengungkapkan kekhawatiran yang meningkat di Gedung Putih terhadap kebijakan regional Israel, kendati telah tercapai gencatan senjata di Suriah.
Perpecahan di dalam negeri Amerika terhadap Israel pun makin tampak. Kunjungan terbaru Netanyahu ke Washington (yang saat ini berstatus tersangka di Mahkamah Pidana Internasional) gagal menghasilkan gencatan senjata di Gaza. Israel tetap tidak memenuhi permintaan Amerika Serikat.
Di tengah perdebatan antara Card dan Franco, jurnalis senior spesialis urusan AS, Mohamed Elmenshawy, menilai bahwa Trump sebenarnya tak lagi peduli dengan suara pemilih karena tidak akan mencalonkan diri lagi. Namun, ia sangat peduli untuk meninggalkan warisan sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah Amerika, yang menjadi alasan ia masih setia pada gerakan MAGA.
Elmenshawy menyebutkan bahwa meskipun ada perbedaan antara Washington dan Tel Aviv dalam sejumlah isu regional, perbedaan itu tidak bersifat mendasar.
Lalu, Apa yang Bisa Diharapkan?
Di tengah lanskap politik yang rumit ini, Trump diperkirakan tetap akan mendukung Netanyahu. Menurut Card, Israel tengah menghadapi “ancaman eksistensial” dan harus diberi dukungan agar dapat mempertahankan diri.
Franco sebagian setuju dengan Card, bahwa memang ada “chemistry” antara Trump dan Netanyahu, dan bahwa Trump tidak akan meninggalkan Israel. Namun ia menekankan bahwa “chemistry” itu tidak menyeluruh, karena terdapat benturan kepentingan dan perbedaan agenda.
Franco memperingatkan bahwa Partai Republik sedang kalah dalam pertempuran opini publik Amerika terkait isu Palestina dan penderitaan warga Gaza. Oleh karena itu, menurutnya, aliansi antara AS dan Israel tidak bisa berjalan tanpa batas.
Ia memperkirakan bahwa Trump akan mulai lebih banyak mendengarkan suara-suara yang kritis terhadap Israel. Posisi Trump diperkirakan akan mulai bergeser dalam beberapa minggu ke depan, terlebih karena ia sangat menjaga warisannya dan masih memiliki ambisi besar seperti meraih Nobel Perdamaian.
Di sisi lain, menurut Elmenshawy, lingkaran pro-Israel di dalam Partai Republik dan Demokrat tetap menjadi aktor paling berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan di Washington, mengungguli kelompok MAGA di Partai Republik dan arus kiri di Partai Demokrat.
Masih menurut Elmenshawy, Israel saat ini mempercepat langkah-langkah untuk mengakhiri sepenuhnya isu Palestina, sementara Gedung Putih tidak mengambil sikap tegas untuk menghentikannya. Generasi muda Amerika kini semakin menunjukkan simpati terhadap hak-hak Palestina, dengan pendekatan berbasis keadilan dan nilai moral.
Menanggapi perubahan sikap di kalangan muda Amerika tersebut, Haaretz melaporkan bahwa Kementerian Luar Negeri Israel akan mendanai tur media sosial bagi sejumlah influencer muda sayap kanan dari AS—seluruhnya berusia di bawah 30 tahun—yang mendukung kampanye Trump “Make America Great Again” dan “America First”.
Media Israel tersebut menambahkan bahwa para influencer ini akan diboyong langsung untuk menghadapi apa yang dianggap sebagai penurunan dukungan terhadap Israel di kalangan generasi muda Amerika.
Sumber: Al Jazeera