Pembantaian dan blokade yang terus dilakukan pasukan Israel kembali menelan puluhan korban jiwa di Gaza. Sejak Kamis (26/6) dini hari hingga malam, sedikitnya 72 warga Palestina syahid, termasuk 7 orang yang syahid saat sedang mengantre bantuan kemanusiaan, menurut laporan sejumlah rumah sakit di Gaza.

Seorang pejabat medis di RS Syuhada Al-Aqsha, Deir al-Balah, mengonfirmasi bahwa pihaknya menerima 17 jenazah korban serangan udara Israel (sebagian besar anak-anak) yang menjadi korban serangan drone di pasar kota.

Sementara itu, pusat media Palestina menyebut pasukan pendudukan melakukan penghancuran besar-besaran terhadap rumah-rumah warga di sisi timur Kota Gaza, termasuk dengan meledakkan tiga robot jebakan di kawasan Jalan Masoud, timur Jabaliya, Gaza utara.

Di Khan Younis, tujuh jenazah warga yang dibunuh dalam serangan Israel ke kamp-kamp pengungsi di wilayah Al-Mawasi, dikebumikan dalam suasana duka. Jet-jet tempur Israel juga menghancurkan sejumlah rumah di daerah Abu Iskandar, Sheikh Radwan, barat laut Gaza.

Gizi Buruk Bunuh Anak-anak Gaza

Derita tak hanya datang dari langit. Rumah Sakit Al-Ahli (Baptis) melaporkan kematian seorang bayi, Ahmad Tulayeb, akibat kekurangan gizi dan dehidrasi parah. Dengan demikian, jumlah anak-anak yang gugur karena kelaparan dan kekurangan gizi telah mencapai 61 jiwa, menurut kantor media pemerintah Gaza.

Kementerian Kesehatan Gaza memperingatkan bahwa sekitar 70.000 anak menderita gejala malnutrisi akut, menyusul pemblokiran masuknya susu formula dan makanan anak oleh Israel selama lebih dari 4 bulan terakhir.

Organisasi UNICEF bahkan mencatat kenaikan 50% dalam kasus anak-anak dengan malnutrisi akut hanya dalam sebulan terakhir.

Sementara itu, juru bicara Oxfam, Ghadeer Haddad, menyebut krisis kemanusiaan di Gaza sudah mencapai tahap tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ia menegaskan bahwa Israel sengaja menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, dengan menargetkan sumber air dan infrastruktur dasar lainnya.

UNRWA: Dunia Sedang Merekayasa Pemisahan Palestina dari Tanah Airnya

Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, memperingatkan bahwa dunia kini menyaksikan “momen titik balik” dalam sejarah Palestina, di mana upaya sistematis selama puluhan tahun untuk memutus rakyat Palestina dari tanah mereka sendiri sedang dijalankan secara terbuka.

Lazzarini menyebut sistem distribusi bantuan saat ini sebagai “memalukan dan mematikan”, yang mencerminkan 20 bulan kegagalan internasional yang telah merenggut lebih dari 55.000 nyawa, mayoritas perempuan dan anak-anak.

Ia juga menyinggung bagaimana kekerasan di Tepi Barat meningkat (termasuk pengusiran paksa dan pencaplokan wilayah oleh Israel) seiring intensitas serangan militer Israel yang brutal.

Eropa Mendesak Gencatan Senjata dan Peringatkan Sanksi

Kecaman juga datang dari Eropa. Ketua Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen, dalam pernyataannya pada KTT Eropa di Brussel, mendesak agar bantuan kemanusiaan bisa masuk Gaza tanpa hambatan, dan menyerukan gencatan senjata permanen serta pembebasan seluruh sandera.

Meski keputusan sanksi terhadap Israel belum ditetapkan, pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa bulan depan akan membahas secara khusus kepatuhan Israel terhadap perjanjian kemitraan dengan Eropa, termasuk usulan sanksi terhadap pemukim ekstremis dan para pendukungnya.

Dalam pernyataan akhir KTT tersebut, Uni Eropa menyoroti situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza, terutama kelaparan yang merenggut nyawa warga sipil. Mereka juga mendesak penghentian total blokade Israel terhadap Gaza.

Namun, pernyataan itu juga menyalahkan Hamas atas “tidak menyerahkan sandera yang tersisa” dan menyarankan agar lebih banyak sanksi dikenakan kepada gerakan perlawanan tersebut.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here