Sekjen Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, memperingatkan, Israel sedang mengalihkan perhatian global dengan konflik Iran, untuk menyembunyikan genosida yang terus mereka lakukan di Gaza dan Tepi Barat.
“Pendudukan Israel memanfaatkan sorotan media atas serangan ke Iran untuk menutupi kejahatan sistematis mereka di Palestina,” tegas Barghouti.
“Mereka membunuh rakyat yang sedang mengantre bantuan, dan mengubah desa-desa di Tepi Barat menjadi penjara tertutup.”
Sejak Israel mulai menggempur Iran pada Jumat lalu, blokade total diberlakukan di Tepi Barat. Lebih dari 898 pos dan gerbang militer ditutup, melumpuhkan layanan medis, pendidikan, dan ekonomi.
“Ini hukuman kolektif,” kata Muayyad Shaaban dari Otoritas Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman. “Israel menutup jalan untuk warga Palestina, tapi membiarkannya terbuka untuk para pemukim. Ini wajah apartheid yang nyata.”
Laporan dari Palang Merah Palestina mengungkap dampak kejam dari penutupan ini. Ambulans terhalang, pasien tak tertolong. Sementara itu, kekerasan di lapangan meningkat. Sudah lebih dari 978 warga Palestina gugur syahid di Tepi Barat, ribuan terluka, dan puluhan ribu ditangkap sejak Oktober 2023.
Di Gaza, genosida berjalan sistematis. Lebih dari 184.000 orang menjadi korban antara syahid dan terluka, mayoritas anak-anak dan perempuan. Belum termasuk lebih dari 11.000 orang yang hilang dan kelaparan yang menewaskan anak-anak di kamp pengungsi.
Di tengah penderitaan rakyat Palestina, Israel meluncurkan operasi militer besar-besaran terhadap Iran. Dengan sandi “Singa yang Bangkit”, jet-jet tempur menyerang fasilitas nuklir dan membunuh ilmuwan penting. Iran merespons dengan 8 gelombang serangan balasan: rudal dan drone mengguncang kota-kota Israel, menewaskan dan melukai ratusan.
Namun, di balik hiruk-pikuk itu, kata Barghouti, ada satu tujuan yang nyata: menyembunyikan kejahatan perang terhadap Palestina dari sorotan dunia.