Dua analis politik sepakat bahwa serangan jebakan mematikan yang dilancarkan Brigade Al-Qassam terhadap pasukan Israel di Gaza utara mengungkap satu fakta penting: kekuatan tempur perlawanan Palestina belum padam, bahkan setelah 18 bulan genosida brutal yang dilancarkan Israel.

Pakar strategi dan politik, Sa’id Ziyad, menyebut operasi tersebut sebagai jenis serangan kompleks di balik garis musuh — bukan sekadar bertahan, tapi menekan. Ia menegaskan, lokasi serangan berada di zona sangat berbahaya dekat Jalan Salahuddin, hanya 200 meter dari perbatasan, dan melibatkan puluhan pejuang serta empat jenis senjata berbeda.

“Ini bukan serangan biasa. Ini pembuktian bahwa para pejuang mampu menembus, menyerang, dan kembali tanpa terdeteksi. Mereka masih sangat siap tempur,” ujar Ziyad dalam sesi analisis politik.

Brigade Al-Qassam sendiri merilis video dokumentasi operasi yang mereka namai “Operasi Pematah Pedang”—yang menghantam kendaraan militer Israel jenis Storm Jeep. Saat pasukan Israel datang memberikan bantuan, Al-Qassam meledakkan bom jebakan “TV3” anti-personel dan menggempur titik militer baru Israel dengan empat RPG dan sejumlah mortir.

Sementara itu, analis isu Israel, Ihab Jabareen, mengungkap bagaimana media Israel justru bungkam soal serangan ini. “Setiap kali video seperti ini tersebar, tentara mereka berubah dari penyerang jadi terdakwa. Muncul pertanyaan: ke mana kekuatan tempur mereka yang katanya tinggal satu persen itu?”

Jabareen juga membantah klaim PM Israel, Netanyahu, yang sehari sebelumnya mengklaim telah “menghabisi 99% kekuatan militer Hamas”. Ia bertanya, “Kalau benar sudah 99% dihancurkan, dari mana datangnya operasi sehebat ini?”

Ziyad menambahkan, jumlah senjata dan pejuang yang terlibat menunjukkan bahwa Al-Qassam tidak kehabisan personel maupun logistik. “Justru mungkin mereka berhasil membangun ulang kekuatan selama masa perang berlangsung,” katanya.

Soal pengaruh operasi terhadap perundingan, Ziyad menegaskan bahwa realitas di medan tempur akan selalu menentukan posisi tawar politik. “Tanpa kekuatan nyata di lapangan, mustahil kita bisa bicara dengan kepala tegak di meja perundingan.”

Lebih jauh, ia menilai aksi seperti ini akan membakar semangat rakyat Gaza yang telah lama tertindas. Bagi Netanyahu, keberhasilan Al-Qassam justru semakin memperkuat obsesinya untuk melucuti senjata Hamas—karena senjata inilah yang masih menjadi ancaman terbesar bagi narasi kemenangan Israel.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here