Pemukim ilegal Israel terus merampok lahan pertanian milik warga Palestina di Tepi Barat dengan dukungan terbuka dari pejabat Otoritas Israel. Dalam sebuah video yang beredar, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich tampak membagikan kendaraan medan berat kepada para pemukim di pos-pos ilegal yang berdiri di atas tanah Palestina di wilayah Hebron, Tepi Barat bagian selatan.
Bersama Menteri Permukiman Orit Strock, Smotrich menjanjikan dukungan lebih lanjut bagi pemukim dan menyebut lima pos permukiman baru telah didirikan, masing-masing menguasai antara 5.000 hingga 10.000 dunum lahan. Lahan-lahan ini sebelumnya dimiliki oleh keluarga petani dan penggembala Palestina, namun kini dilarang diakses pemilik aslinya.
Pemukim memanfaatkan kendaraan 4×4 untuk menerobos ladang dan mengejar penggembala Palestina, dalam insiden yang hampir terjadi setiap hari dan didokumentasikan oleh warga atau lembaga HAM.
Ladang gandum dan jelai yang menjadi sumber utama pakan ternak warga Palestina kini dijarah ternak milik pemukim, bahkan pemilik lahannya dipaksa tetap tinggal di rumah dan dilarang mengeluarkan ternak mereka.
Sejak agresi Israel ke Gaza dimulai, kekerasan pemukim terhadap warga Palestina meningkat tajam. Tak hanya merampas padang rumput, para pemukim juga menyerbu permukiman, menyebabkan setidaknya 28 komunitas Palestina terpaksa mengungsi.
Salah satunya adalah Farid Hamamdeh, petani dari komunitas Sedra di Masafer Yatta, yang selama ini mengandalkan 350 dunum lahannya untuk menghidupi keluarga dan menggembala sekitar 130 ekor domba. Namun, sejak akhir 2023, ia dilarang menggarap lebih dari separuh lahannya, dan tanaman yang berhasil ditanamnya pun dihancurkan oleh ternak pemukim yang dilepas secara sengaja.
“Kami seperti hidup dalam penjara. Sementara saya tidak bisa mengeluarkan domba, para pemukim remaja bebas melepaskan ternak mereka di ladang dan antara rumah kami,” katanya kepada Al Jazeera Net.
Petani lain, Muhammad Jabarin dari komunitas Um Zureif, juga mengalami hal serupa. Ia hanya bisa menanam 34 dunum dari total 300 dunum tanahnya yang sah. Namun hasil tanamannya dirusak pemukim dan ia terpaksa menjual seluruh ternaknya karena tak mampu lagi memberi makan.
Pos-pos permukiman ilegal ini didukung penuh oleh pemerintah Israel dan organisasi pemukim. Mereka membangun infrastruktur, rumah, dan kandang di dekat sumber air lalu mengklaim wilayah sekitar sebagai milik mereka. Setelah itu, pengusiran terhadap petani Palestina pun dimulai, seringkali dengan kekerasan.
Menurut data Otoritas Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman, ada 770 ribu pemukim Israel di Tepi Barat hingga akhir 2024. Mereka tersebar di 180 permukiman dan 256 pos ilegal, termasuk 136 pos permukiman peternakan yang menguasai lebih dari 480 ribu dunum tanah.
Wilayah yang dikuasai para pemukim mencapai 2.382 kilometer persegi, atau 42% dari seluruh wilayah Tepi Barat. Bahkan, 70% dari wilayah yang dikategorikan sebagai “Zona C” — area yang sepenuhnya dikontrol Israel — kini berada di bawah kekuasaan pemukim.
Lebih mengkhawatirkan lagi, pembangunan pos baru juga terjadi di “Zona B” yang seharusnya di bawah kendali sipil Palestina. Sejak 7 Oktober 2023, delapan pos baru telah dibangun di zona tersebut, dari total 60 pos baru di seluruh wilayah Tepi Barat.
Zona-zona ini dibentuk dalam Kesepakatan Oslo II tahun 1995 yang membagi wilayah Tepi Barat menjadi Area A (di bawah kendali penuh Palestina), Area B (kendali sipil Palestina dan keamanan Israel), dan Area C (kendali penuh Israel). Namun kenyataannya, kekuasaan di lapangan sepenuhnya dikendalikan oleh pemukim dan aparat Israel.