Juru bicara Gedung Putih, Caroline Leavitt, mengungkapkan bahwa Israel telah berkonsultasi dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelum melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza pada Selasa (18/3).
Dalam wawancara dengan Fox News, Leavitt menyatakan, “Israel telah berkonsultasi dengan pemerintahan Trump dan Gedung Putih mengenai serangan mereka ke Gaza malam ini.”
Israel kembali melancarkan agresi besar-besaran ke Gaza pada Selasa dini hari, setelah hampir dua bulan gencatan senjata. Serangan ini telah menyebabkan ratusan warga syahid.
Serangan Israel ke Gaza dimulai sejak 7 Oktober 2023, beberapa jam setelah operasi Thufan Al-Aqsa yang dilancarkan oleh pejuang Palestina yang dipimpin oleh Hamas. Perang ini berlangsung selama 15 bulan sebelum akhirnya dihentikan sementara pada 19 Januari 2024, menyusul kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir.
Juru bicara Gedung Putih menegaskan, “Seperti yang telah ditegaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran, dan siapa pun yang mencoba meneror bukan hanya Israel tetapi juga Amerika Serikat, akan membayar harga yang sangat mahal. Pintu neraka akan terbuka.”
Ancaman dan Kecaman
Sebelumnya, Trump telah mengeluarkan peringatan serupa secara terbuka. Ia menuntut Hamas membebaskan seluruh tahanan Israel di Gaza, dengan mengatakan bahwa jika tidak, “Pintu neraka akan terbuka lebar.”
Trump juga mendapat kecaman atas rencananya untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza serta usulnya agar AS mengambil kendali atas wilayah tersebut.
Organisasi hak asasi manusia, PBB, masyarakat Palestina, dan negara-negara Arab mengecam usulan Trump, yang disebut sebagai “rencana pembangunan kembali Gaza,” dan menyamakannya dengan pembersihan etnis.
Dalam tanggapan atas serangan Israel yang kembali terjadi, berbagai organisasi internasional mengecam tindakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya, yang dianggap kembali melakukan genosida terhadap warga sipil Palestina serta membatalkan kesepakatan gencatan senjata.
Hamas dalam pernyataannya menyatakan bahwa Netanyahu dan pemerintahannya “bertanggung jawab penuh atas dampak agresi brutal terhadap Gaza dan rakyat sipil yang menghadapi perang kejam serta kebijakan kelaparan sistematis sejak 2 Maret lalu, ketika Israel menutup akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.”