Mantan tawanan Israel, Noa Argamani, menyampaikan kesaksiannya di hadapan Dewan Keamanan PBB pada Selasa (25/2). Dia menceritakan pengalamannya selama ditawan di Gaza. Ia mengaku tidak pernah menyangka bisa selamat dan mendesak agar gencatan senjata terus berlanjut.
“Saya ingin dunia tahu bahwa perjanjian ini harus diselesaikan sepenuhnya, di semua tahapannya,” ujar Argamani sebelum menggambarkan bagaimana rumah tempatnya ditahan diledakkan oleh serangab udara Israel, membuatnya terperangkap di bawah reruntuhan.
“Saya tidak bisa bergerak, tidak bisa bernapas. Saya pikir itu adalah detik-detik terakhir dalam hidup saya,” tambahnya, seraya menyebut keberadaannya saat ini sebagai sebuah keajaiban.
Militer Israel mengumumkan pada Juni lalu bahwa mereka telah menyelamatkan Argamani bersama tiga tawanan Israel lainnya melalui operasi militer di kamp pengungsi Nuseirat, Gaza tengah, yang menewaskan dan melukai ratusan warga sipil Palestina.
Argamani kembali ke Israel setelah delapan bulan dalam tawanan, sementara kekasihnya, Avinatan Or, masih ditahan oleh faksi pejuang Palestina dan dijadwalkan dibebaskan dalam tahap kedua perjanjian gencatan senjata.
Tahap pertama gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari akan berakhir Sabtu mendatang, dengan rencana pertukaran puluhan tawanan Israel dengan ratusan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Utusan PBB untuk Timur Tengah, Sigrid Kaag, yang juga menjabat sebagai Koordinator PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Rekonstruksi Gaza, menekankan bahwa pertempuran di Gaza harus dicegah dengan segala cara.
“Trauma yang dialami kedua belah pihak tidak bisa disangkal. Dalam kunjungan terakhir saya ke Gaza, tak lama setelah gencatan senjata berlaku, saya kembali terkejut oleh kehancuran total, keputusasaan akibat kehilangan, dan kesedihan mendalam,” ujar Kaag di Dewan Keamanan.
Pada Agustus lalu, Argamani sempat menyatakan bahwa media Israel telah mengutip pernyataannya di luar konteks. Ia membantah pernah dipukuli oleh anggota Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas.
Melalui akun Instagramnya, Argamani menegaskan bahwa ia tidak mengalami kekerasan selama dalam tawanan dan tidak dipaksa memotong rambutnya, melainkan mengalami luka di seluruh tubuhnya akibat runtuhnya tembok setelah serangan udara Israel.
Sumber: Reuters