Spirit of Aqsa- Pakar militer dan strategis Brigadir Jenderal Elias Hanna menilai perang Israel di Jalur Gaza telah merenggut nyawa para syuhada dari jajaran kepemimpinan utama, tetapi juga melahirkan pemimpin-pemimpin baru bagi perjuangan Palestina yang akan memimpin tahap berikutnya.

Abu Ubaida, juru bicara Brigade Izzuddin al-Qassam—sayap militer Hamas—mengumumkan pada tadi malam bahwa Komandan Staf Umum Brigade al-Qassam, Muhammad Deif, telah syahid bersama sejumlah pejuang besar lainnya dari Dewan Militer al-Qassam.

Brigjen Hanna menilai bahwa perlawanan di Gaza telah memperoleh pengalaman dan pelajaran militer selama 15 bulan perang Israel, dan mereka harus memanfaatkannya untuk memahami apa yang terjadi. Ia menambahkan bahwa operasi “Thufan Al-Aqsha” merupakan akumulasi dari peristiwa sejak 2007, yang diwarnai bentrokan dan konfrontasi antara pejuang dan tentara pendudukan.

Ia menekankan bahwa tahap saat ini adalah fase baru bagi perjuangan Palestina, di mana akan muncul kepemimpinan baru yang tidak dikenal oleh tentara pendudukan, berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya.

Kepala Hamas di Jalur Gaza, Khalil Al-Hayya, dalam pidato televisi hari ini, menyatakan bahwa perlawanan telah memutuskan untuk secara resmi mengumumkan kepergian sejumlah pemimpinnya yang “menyirami tanah Palestina dengan darah suci mereka dan menyerahkan bendera perjuangan kepada generasi pemimpin baru untuk melanjutkan perjalanan menuju Al-Quds.”

Dalam analisisnya mengenai situasi militer di Gaza, Brigjen Hanna menyebut bahwa pengumuman Hamas tentang kesyahidan para pemimpin politik dan militernya menunjukkan adanya transisi ke fase baru, yang seharusnya mencakup reorganisasi dan restrukturisasi dalam seluruh aspek militer.

Ia menambahkan bahwa Israel sebelumnya mengira bahwa Muhammad Deif telah lumpuh, tetapi program investigasi “Ma Khufiya A’zham” mengungkapkan bahwa informasi intelijen mereka salah. Faktanya, Deif-lah yang merancang dan mengorganisir perlawanan setelah menjadi pemimpin Brigade al-Qassam.

Hanna juga mengingatkan kembali bagaimana perlawanan Palestina di Gaza berhasil melakukan strategi tipu daya besar terhadap Israel, merujuk pada pertempuran “Thufan Al-Aqsha.”

Pasca operasi “Thufan Al-Aqsha” dan transisi Israel ke pertempuran di dalam Jalur Gaza, menurut Hanna, para pejuang telah mengatur dan merekayasa medan pertempuran sesuai keinginan mereka, sehingga pasukan pendudukan terjebak di wilayah yang telah dipersiapkan sebelumnya dan harus bertarung dengan cara yang ditentukan oleh para pejuang Palestina.

Mengenai teknologi yang digunakan Israel untuk menargetkan pemimpin perlawanan, Brigjen Hanna menjelaskan bahwa setelah masuk ke Jalur Gaza, tentara pendudukan mulai mengumpulkan apa yang mereka sebut sebagai “intelijen taktis” dengan melakukan pengawasan harian dan memanfaatkan kecerdasan buatan. Selain itu, pergerakan para pemimpin perlawanan juga membuat mereka lebih rentan terhadap serangan Israel.

Di antara para pemimpin yang diumumkan oleh Abu Ubaida telah syahid bersama Muhammad Deif adalah Marwan Issa, Wakil Komandan Staf Umum al-Qassam; Gazi Abu Tama’a, Komandan Divisi Senjata dan Layanan Tempur; Raed Thabet, Komandan Divisi Sumber Daya Manusia; serta Rafiq Salama, Komandan Brigade Khan Younis.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here