Spirit of Aqsa- Pernyataan dan langkah dari pejabat Israel terus bergulir untuk mempertahankan kontrol keamanan atas Gaza serta memulai pembangunan pemukiman baru di wilayah tersebut. Usulan legislasi untuk mendukung rencana ini juga mulai diajukan di Knesset.
Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, menegaskan bahwa Israel akan terus mempertahankan “kendali keamanan atas Gaza setelah menghancurkan pemerintahan Hamas dan kemampuan militernya, sebagaimana yang dilakukan di Tepi Barat.”
Dalam unggahannya di platform X, Katz menyatakan bahwa Israel “tidak akan membiarkan organisasi baru mana pun mengancam warga negara Israel.”
Gerakan “Nahala” Bersiap
Dalam perkembangan terkait, Radio Militer Israel melaporkan bahwa gerakan pemukim “Nahala” telah meluncurkan kampanye untuk membangun pemukiman di Gaza. Gerakan tersebut berencana mengirim karavan ke Gaza pada pekan depan.
Gerakan ini bertujuan untuk menguasai sisa tanah Palestina di Tepi Barat dan Gaza dengan cara mendorong pembangunan pemukiman, mendirikan pos-pos ilegal, serta membangun fasilitas umum dan mengadakan aksi-aksi massa.
Usulan Legislasi
Langkah ini muncul setelah anggota Knesset dari Partai Likud, Avihaï Boaron, pada Senin (16/12), mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan memberikan “kebebasan bergerak bagi warga Israel di dalam Gaza.” Undang-undang ini bertujuan membuka jalan untuk membangun pemukiman di wilayah tersebut, setelah selama bertahun-tahun akses Israel ke Gaza dibatasi oleh undang-undang “Pemisahan” tahun 2005.
Rancangan undang-undang tersebut meniru langkah yang diambil di Tepi Barat bagian utara, di mana larangan masuk warga Israel dicabut dan pemukiman Homesh kembali dibangun. Rancangan ini bertujuan mencabut pembatasan terhadap Gaza agar memungkinkan pembentukan kluster-kluster pemukiman baru di wilayah tersebut.
Dalam rancangan tersebut disebutkan bahwa pada musim panas 2005, pemerintah Israel memutuskan untuk mengusir semua warga Yahudi dari Gaza dan wilayah utara Samaria (Tepi Barat utara) serta menarik diri dari kawasan tersebut. Sebagai bagian dari keputusan itu, Knesset mengesahkan undang-undang untuk melaksanakan “Pemisahan.”
Avihaï Boaron menyebut undang-undang yang melarang warga Israel memasuki kawasan tersebut sebagai “pengingat masa-masa kelam dalam sejarah Yahudi,” mengacu pada Holocaust ketika wilayah tertentu dinyatakan bebas dari Yahudi oleh hukum yang disebutnya anti-Semit.
Boaron menjelaskan bahwa usulan legislasi ini didorong oleh serangan 7 Oktober 2023. Menurutnya, respons yang tepat adalah mengakhiri kendali Hamas atas Gaza serta mencabut semua hukum yang melarang warga Israel memasuki wilayah tersebut.
Ia menegaskan bahwa “kebebasan eksistensi dan pergerakan penuh bagi Yahudi di Gaza harus diizinkan, sebagaimana di seluruh wilayah Tanah Israel.” Oleh karena itu, ia mengusulkan agar larangan dalam undang-undang “Pemisahan” tidak lagi berlaku untuk Gaza.
Langkah yang Terkoordinasi
Rancangan undang-undang ini melengkapi undang-undang yang disahkan Knesset pada Maret lalu, yang mencabut rencana penarikan sepihak dari empat pemukiman di utara Tepi Barat. Langkah ini merupakan bagian dari rencana “Pemisahan” dari Gaza yang dilaksanakan pemerintah Israel pada 2005.
Baru-baru ini, anggota Knesset dari Partai Likud dan Partai “Zionisme Religius,” bersama dengan para pemimpin pemukim, membentuk “kelompok kerja parlemen dan sipil” untuk membatalkan undang-undang “Pemisahan” sepihak dari Gaza. Kelompok ini bertujuan melegalkan pembangunan kembali pemukiman di wilayah Gaza.
Sumber: Al Jazeera