Di tengah ketiadaan alat berat untuk menghancurkan dan mengangkat puing-puing beton, upaya keluarga Sheikh Ali dan Qassas untuk menemukan jenazah empat anggota keluarga mereka yang syahid tampak nyaris sia-sia.

Sebuah buldoser bekerja keras mengangkat puing-puing bangunan berlantai tiga yang runtuh akibat serangan udara Israel, tetapi usaha itu belum cukup untuk menemukan tubuh para syuhada yang masih terkubur di bawah reruntuhan.

Serangan pesawat tempur Israel menghantam sebuah rumah di Kamp Nuseirat, Gaza Tengah, pada Kamis malam pekan lalu. Serangan tersebut menewaskan sekitar 40 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai puluhan lainnya.

Keluarga Sheikh Ali mencari jenazah Nawal (70 tahun) dan Dr. Mahmoud (45 tahun), sementara keluarga Qassas mencari jenazah Abdul Rahman (27 tahun) dan Laila (17 tahun).

Upaya ini diperparah oleh minimnya peralatan dan bahan bakar di unit pertahanan sipil Gaza, yang terus dibatasi oleh blokade Israel.

Duka di Tengah Kehilangan

Abdul Latif Sheikh Ali (19 tahun) selamat dari serangan itu dengan luka ringan, tetapi ia kehilangan sebagian besar anggota keluarganya, termasuk adiknya, Nawal, yang baru berusia 10 tahun.

Ia masih mencari neneknya, Nawal (65 tahun), dan pamannya, Mahmoud. Abdul Latif memilih bertahan di dekat reruntuhan rumah keluarga. “Kami sedang di rumah, tiba-tiba terjadi serangan. Banyak yang syahid dan terluka. Ada 40 syahid, dan 4 masih terkubur di bawah reruntuhan,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Ia mengenang keluarganya yang gugur: “Kakek dan nenek saya, Abdul Latif dan Nawal. Adik saya, Nawal. Paman saya, Mahmoud, dan pamannya lagi, Muhammad, beserta istrinya Fatimah dan anak-anak mereka: Jumana, Abud, dan Hala. Juga istri paman saya Khalid, yaitu Ahlam, dan anak-anak mereka: Bashar, Ghina, Nagham, dan Ghazal. Serta dua anak sepupu saya, Abdul Rahim dan Maryam.”

Salah satu syahid, Mahmoud Sheikh Ali, adalah seorang apoteker ternama di Gaza. Ia mendirikan perusahaan obat herbal yang sukses, memproduksi obat-obatan alami dan pemanis buatan, sekaligus menjadi pelopor layanan penurunan berat badan. Mahmoud juga dikenal melalui program radio kesehatan mingguannya.

Kesedihan terlihat jelas pada wajah Suhaib Al-Shakhrit, keponakan Mahmoud. Ia duduk di atas reruntuhan rumah sambil mengamati pencarian para syahid. “Kakek saya, Abdul Latif, nenek saya, Nawal, dan paman saya, Mahmoud, ada di bawah sana,” katanya sebelum menahan tangis dan menghentikan wawancara.

Kehilangan Seorang Fotografer dan Siswi

Di sisi barat rumah, keluarga Qassas mencari dua anggota keluarga mereka, Abdul Rahman dan Laila.

Abdul Rahman adalah seorang fotografer Universitas Palestina yang memiliki gelar dalam bidang multimedia, sedangkan Laila adalah siswa kelas 11.

Osama Qassas, salah satu anggota keluarga yang selamat, mengatakan bahwa ia tidak berada di rumah saat serangan terjadi. “Keluarga saya kehilangan 17 orang, termasuk kedua orang tua saya, Ahmad dan Laila (70 dan 62 tahun), saudara-saudari saya: Fatimah, Iman, Hanan, Muhammad, Abdul Rahman, dan Amer,” katanya kepada Al Jazeera.

Ia juga kehilangan beberapa keponakannya: Lana, Aya, dan Laila (putri Ibrahim), Mira (putri Khalid), serta Hala, Ibtisam, dan Ahmad (anak-anak Hanan), dan Sham dan Talin (putri Iman).

Di dekat lokasi, Naeem Yaghi, saudara dari nenek Laila, berharap dapat menemukan jenazah Abdul Rahman dan Laila. Ia mengatakan bahwa 13 dari 17 anggota keluarga yang syahid adalah wanita dan anak-anak, sementara banyak lainnya masih dirawat di rumah sakit akibat luka-luka.

Menanti Teman yang Hilang

Khalid Abu Hayya, teman Abdul Rahman, juga bertahan di lokasi reruntuhan dengan harapan menemukan jenazah temannya. Ia mengenang pertemanan mereka sejak sekolah menengah. “Seminggu yang lalu, Abdul Rahman berkunjung ke rumah saya di Deir al-Balah. Ia tinggal lebih dari dua jam. Saya tidak menyangka ini akan menjadi pertemuan terakhir kami,” ujar Khalid.

Abdul Rahman, yang mulai menekuni fotografi sejak kelas 10, dikenal karena karya-karyanya yang kreatif dan indah. Kemampuannya inilah yang membawanya menjadi fotografer di Universitas Palestina.

(Sumber: Al Jazeera)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here