Spirit of Aqsa- Ribuan warga Palestina dari Beit Lahia, Gaza Utara, terpaksa mengungsi setelah pasukan Israel menyerbu pusat-pusat penampungan terakhir di wilayah tersebut. Sejak dimulainya operasi militer pada 5 Oktober 2023, situasi semakin memburuk akibat blokade ketat, yang memperparah krisis kemanusiaan.
Para pengungsi meninggalkan kota melalui pos pemeriksaan yang didirikan oleh militer Israel. Pria dan pemuda berusia di atas 18 tahun ditangkap dan diinterogasi, sementara perempuan dan anak-anak harus berjalan kaki menuju Gaza sejauh lebih dari 10 kilometer dengan penuh ketakutan dan kecemasan.
Selama dua bulan, warga di Gaza Utara bertahan di tengah pengeboman tanpa henti dan kelaparan. Meski awalnya menolak perintah evakuasi dari militer Israel, kondisi sulit memaksa banyak dari mereka untuk meninggalkan rumah mereka.
Pengusiran Paksa dan Perlakuan Semena-Mena
Amina Hussein, yang mengungsi bersama empat anaknya, menceritakan bahwa keluarganya harus meninggalkan rumah karena dikepung tank-tank Israel dan meningkatnya serangan terhadap pusat penampungan serta rumah di sekitarnya.
Menurutnya, sebagian besar pengungsi berkumpul di Kompleks Sekolah Abu Tammam sebagai tempat perlindungan terakhir. Namun, militer Israel menggunakan pengeras suara untuk memaksa mereka meninggalkan tempat tersebut, yang memicu kepanikan dan ketakutan.
Iman al-Masri, seorang perempuan muda yang mengungsi bersama keluarganya, mengatakan ia terpaksa meninggalkan rumah setelah ayah dan tiga saudara laki-lakinya ditangkap oleh militer Israel. Ia merasa sangat khawatir atas nasib mereka. Ia juga mengungkapkan bahwa pasukan Israel menahan perempuan dan anak-anak selama dua jam, menembakkan peluru ke udara, dan melontarkan hinaan, yang menciptakan suasana teror.
Setelah itu, para pengungsi diizinkan pergi, tetapi perjalanan mereka penuh dengan kesulitan, diwarnai ketegangan dan kecemasan.
Keluarga Basyuni, yang terdiri dari delapan orang, menghadapi penderitaan berkelanjutan akibat kekurangan makanan dan air. Mereka berpindah-pindah dari satu penampungan ke penampungan lain tanpa akses kebutuhan dasar. Meski mencoba bertahan, kondisi yang semakin memburuk memaksa mereka meninggalkan wilayah itu setelah sang ayah dan anak-anak laki-laki ditangkap. Salah satu anggota keluarga menceritakan bahwa hari-hari terakhir sangat berat, dengan serangan udara yang tak henti-hentinya menyasar mereka.
Krisis Gaza yang Kian Parah
Sejak agresi dimulai pada 7 Oktober 2023, Gaza telah menghadapi genosida brutal yang menyebabkan lebih dari 150 ribu warga Palestina gugur atau terluka, termasuk ribuan anak-anak dan perempuan. Lebih dari 11 ribu orang juga dinyatakan hilang di tengah kehancuran besar-besaran.
Di tengah tragedi ini, warga Palestina terus menyerukan tindakan mendesak dari komunitas internasional untuk mengurangi penderitaan mereka dan menghentikan kejahatan yang terus berlangsung di Gaza Utara.
Sumber: Anadolu Agency