Oleh: Ustaz Asep Sobari Lc, (Pendiri Sirah Community Indonesia)
Ada dua garis besar hubungan sirah nabawiyah (sejarah nabi Muhammad) dengan sirah maqdisiyah (sejarah Baitul Maqdis). Hubungan itu yakni hubungan ruh atau spiritual dan hubungan strategis.
Hubungan spiritual itu lebih didominasi oleh fase Makkah. Sementara hubungan strategis secara implementasi sangat tampak di Madinah. Kendati begitu, hubungan strategis sebenarnya sudah ada sejak di Makkah, hanya saja tidak terlalu nampak seperti di Madinah.
Hubungan spiritual dan strategis ini tidak bisa dipisahkan, karena hubungan Makkah (Hijaz) dan Syam tidak bisa dipisahkan dalam sejarah penyebaran Islam ke seluruh dunia.
Dalam tulisan ini, akan lebih terfokus pada hubungan spiritual Makkah dengan Syam, atau Baitul Maqdis secara khusus. Sebenarnya hubungan Makkah dan Baitul Maqdis pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS. Dalam catatan sejarah, basis dakwah NAbi Ibrahim adalah Syam, yakni di Palestina. Syam kala itu adalah wilayah yang sangat strategis dalam penyebaran risalah Allah ke seluruh muka bumi. Secara geografis, Syam merupakan wilayah yang sangat strategis untuk menguasai dunia.
Termakub dalam banyak buku sejarah, Nabi Ibrahim menempatkan anaknya, Nabi Ismail, di Makkah. Kota Makkah pada saat itu belum dihuni oleh umat Manusia. Maka orang pertama yang menempati tempat tersebut adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Makkah hanya menjadi wilayah yang dilalui oleh orang-orang Yaman yang hendak ke Syam, dan begitu juga sebaliknya.
Hal itu menandakan, hubungan Makkah dengan Baitul Maqdis sudah terbangun sejak awal. Nabi Ibrahim AS menyebarkan dakwah berpusat di Palestina. Kemudian sayapnya adalah Makkah, yang kemundian hari menjadi pusat, dengan adanya ibadah haji.
Dengan demikian, ketika Rasulullah Saw diutus menjadi Rasul, maka hubungan Islam dan Baitul Maqdis adalah hubungan lanjutan. Artinya menghubungkan kembali sesuatu yang sudah pernah dibuat oleh Nabi Ibrahim AS. Rasulullah menghidupkan kembali hubungan itu setelah diputus oleh Bani Israel di Syam dan keturunan Nabi Ibrahim di Makkah.
Hubungan tersebut diperkuat dengan peristiwa Isra’ Mi’raj yang termaktub dalam Surat Al’Isra’. Dalam surat itu, Allah seolah hendak mengatakan bahwa fase Syam sudah berakhir dengan diutusnya Muhammad sebagai nabi dan rasul. Maka itu, siapa saja yang ingin mendekatkan diri kepada Allah maka ia harus bergabung bersama Rasulullah.
Berdasarkan hal ini, umat Islam harus selalu memahami bahwa Masjid Haram dan Masjid Al-Aqsa tidak bisa dipisahkan. Sehingga, tidak pernah sempurna pelaksanaan risalah Islam seseorang jika melupakan hal tersebut, baik secara keyakinan maupun implementasi.
Umat Islam akan menjadi rapuh atau lemah jika dua tempat suci tersebut tidak terhubung. Ini karena hal itu merupakan titik dasar risalah dari segi geografis dan strategis umat sepanjang masa.
Hubungan Makkah dan Baitul Maqdis Diperkuat dengan Salat
Baitul Maqdis adalah kiblat pertama umat Islam. Sementara salat merupakan ibadah dalam syariat Islam, meski belum lima waktu seperti saat ini. Hal ini jelas sangat berhubungan secara spiritual. Jadi, hati kaum muslimin sejak awal sudah berhubungan dengan Masjid Al-Aqsa. Maka aneh, jika ada umat Islam saat ini yang melupakan kiblat pertama itu.
Kiblat baru dipindahkan ke kakbah setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, atau sekitar 15 tahun dakwah beliau. Itu artinya, selama kurang lebih 23 tahun masa dakwah Rasulullah, 15 tahun di antaranya kaum muslim terikat secara ruh dalam salat dengan Masjid Al-Aqsa.
Hubungan spiritual kedua pada fase Makkah adalah ketika diturunkan surat Ar-Rum. Masa penurunan surat ini berkaitan dengan peristiwa sejarah yang disebutkan pada ayat pertama dalam surat tersebut. Di situ ditegaskan: Bangsa Romawi telah dikalahkan di tanah terdekat. Pada masa-masa itu Bizantium atau Romawi menduduki daerah-daerah yang berdekatan dengan Arabia, yaitu Yordania, Syria, dan Palestina, dan di daerah-daerah itu bangsa Romawi benar-benar ditaklukkan Persia pada tahun 615 Masehi. Pada tahun itu pula terjadinya hijrah (serombongan muslim) ke Habsyi (Abesinia).
Bangsa Romawi adalah satu bangsa yang beragama Nasrani yang mempunyai Kitab Suci sedang bangsa Persia adalah beragama Majusi, menyembah api dan berhala (musyrik). Kedua bangsa itu saling perang memerangi.
Ketika tersiar berita kekalahan bangsa Romawi oleh bangsa Persia, maka kaum musyrik Makkah menyambutnya dengan gembira, karena berpihak kepada orang musyrikin Persia. Sedang kaum muslimin berduka cita karenanya. Kemudian turunlah ayat ini dan ayat yang berikutnya menerangkan bahwa bangsa Romawi sesudah kalah itu akan mendapat kemenangan dalam masa beberapa tahun saja.
Hal itu benar-benar terjadi. Beberapa tahun sesudah itu menanglah bangsa Romawi dan kalahlah bangsa Persia. Dengan kejadian yang demikian nyatalah kebenaran nabi Muhammad SAW. sebagai nabi dan Rasul dan kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah.
Allah Swt. mengabarkan hal tersebut karena Syam merupakan wilayah paling strategis untuk menguasai dunia. Siapa yang menguasai Syam, maka dialah penguasa dunia.
Sumber: Youtube AQL Network Baitul Maqdis
Editor: Moe