Spirit of Aqsa- Pakar militer dan strategi, Kolonel Hatim Karim Al-Falahi, menegaskan, tentara Israel secara sistematis dan sengaja mengebom warga sipil di Jalur Gaza untuk menekan perlawanan Palestina dan memaksa mereka membuat konsesi dalam kesepakatan pertukaran tahanan. Namun, tekanan ini dilakukan dengan mengorbankan warga sipil.

Pasukan Israel telah melakukan pembantaian berturut-turut, dengan serangan pada hari Sabtu menargetkan tenda-tenda pengungsi di daerah Mawasi, Khan Younis, selatan Jalur Gaza, yang menewaskan sekitar 90 orang dan melukai 300 lainnya. Pada Ahad (15/7/2024), mereka kembali melakukan pembantaian terhadap pengungsi di sebuah sekolah UNRWA di Kamp Al-Nuseirat, menewaskan 17 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya.

Kolonel Al-Falahi menyatakan, militer Israel menggunakan kekuatan destruktif yang sangat besar dalam mengebom daerah-daerah yang mereka dan PBB sendiri anggap sebagai daerah aman yang seharusnya menjadi tempat perlindungan warga sipil setelah mereka diusir paksa dari kota dan desa mereka.

Ia menekankan bahwa operasi militer Israel yang menargetkan warga sipil tidak memiliki justifikasi, terutama karena perjanjian PBB, khususnya Konvensi Jenewa 1, 2, 3, dan 4 serta Protokol Pertama tahun 1977, semuanya menyatakan bahwa operasi militer harus dilaksanakan jauh dari warga sipil.

Ia menambahkan bahwa perjanjian PBB melarang pengeboman sembarangan terhadap warga sipil meskipun ada keberadaan militer di daerah yang sama, serta melarang pemindahan paksa penduduk.

Radio militer Israel mengklaim bahwa serangan di daerah Mawasi, Khan Younis menargetkan Muhammad Deif, komandan Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, dan Rafiq Salamah, komandan Brigade Al-Qassam di Khan Younis. Namun, Hamas membantah klaim tersebut, menyatakan bahwa tuduhan Israel yang tidak berdasar bertujuan untuk menutupi besarnya pembantaian di Mawasi, Khan Younis.

Di sisi lain, pakar militer dan strategi tersebut mengecam kebisuan masyarakat internasional atas pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Gaza, menunjuk bahwa beberapa negara menyerang Rusia atas tindakan mereka di Ukraina, meskipun Rusia tidak melakukan 5% dari apa yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.

Ia secara khusus menyebut Amerika Serikat yang memberikan senjata kepada Israel, meskipun hukum AS melarang pemberian senjata kepada pihak yang menggunakan senjata tersebut untuk melanggar hak asasi manusia.

Terkait pengumuman Brigade Al-Qassam tentang penolakan kekuatan khusus Israel yang menyusup dengan menyamar dalam truk bantuan di timur Rafah, selatan Jalur Gaza, Kolonel Al-Falahi menyatakan bahwa operasi ini menunjukkan bahwa perlawanan masih memiliki kemampuan untuk mendeteksi pergerakan militer Israel dan bahwa operasi mereka terus berlanjut di Rafah melawan pasukan pendudukan yang mencoba menerobos ke berbagai wilayah.

Ia menegaskan kembali dalam komentarnya di Al Jazeera bahwa militer Israel kekurangan visi politik dan militer tentang bagaimana bertindak setelah perang berakhir. Ini juga disampaikan oleh Mayjen Cadangan Militer Israel, Amos Gilad, yang menyatakan bahwa “kemenangan mutlak dalam situasi saat ini berarti terjebak dalam rawa Jalur Gaza.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here