Spirit of Aqsa– Warga Jalur Gaza yang saat ini mengungsi di Rafah, Jalur Gaza harus menghadapi situasi sulit setelah militer Israel mengambil alih perlintasan Rafah. Kendati begitu, mereka menolak segala bentuk upaya pengusiran dan tetap bertahan sekuat tenaga di Tanah Palestina.
“Kami ingin kembali ke rumah kami di utara, dan kami menolak rencana-rencana pengusiran,” demikian kata warga Jalur Gaza di Rafah, Ibrahim Abdi, dikutip dari Aljazeera, Rabu (8/5/2024).
Ibrahim mengatakan, warga Gaza menolak untuk menyerah pada upaya Israel mengulangi Nakba. Meski mereka harus berulang kali mengungsi dari tempat ke tempat lain sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Tak hanya warga Palestina di Jalur Gaza selatan, mereka yang tinggal di Jalur Gaza utara juga demikian. Mereka menolak rencana pengusiran atau Nakba jilid II, meski militer Israel terus memberikan tekanan demi tekanan.
Pertanyaan yang sering diucapkan oleh para pengungsi adalah “Ween bedna nruuh?” (Kemana kita akan pergi?). Mereka sudah lelah dengan pengungsian berulang kali sejak pecahnya pembantaian.
Israel telah memperingatkan penduduk Rafah Timur, yang diperkirakan berjumlah sekitar 150 ribu orang, untuk segera mengungsi ke apa yang mereka sebut sebagai “Wilayah Kemanusiaan yang Diperluas” di daerah Al-Mawasi di tepi laut.
Namun, para pengungsi tidak yakin dengan klaim Israel tentang daerah aman, berdasarkan pengalaman saat hendak mencapai daerah ‘aman’. Mereka justru dieksekusi di tengah jalan, bahkan tempat pengungsian terus dibombardir.
Atmosfir ketakutan dan kebingungan menghantui kota Rafah sebagai akibat dari perintah pengusiran Israel. Kota itu menyaksikan gerakan pengungsian dari timur ke barat, dalam pemandangan yang mengingatkan orang Palestina pada Nakba para ayah dan kakek pada pendudukan Palestina 1948 yang akan berusia 76 tahun pada pertengahan Mei ini.
Orang-orang Gaza menolak untuk mengulangi Nakba, menunjukkan kesabaran dan ketahanan dalam mempertahankan tanah mereka, meskipun kekejaman perang yang menghancurkan dan operasi pengungsian.