Indonesiainside.id– Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menyerukan demonstrasi besar-besaran di Israel untuk menentang PM Benjamin Netanyahu, Ben-Gvir, dan Smotrich. Dia menilai kelompok Netanyahu bertentangan dengan hukum dan mambawa Israel kepada kehancuran.
“Mayoritas besar warga Israel melihat satu-satunya dorongan untuk memperluas perang dan invasi Rafah adalah untuk menjaga masa depan politik Netanyahu, karena invasi Rafah tidak sama sekali menguntungkan Israel,” kata Olmert di surat kabar Israel, Haaretz, Sabtu (4/5/2024).
Menurut Olmert, Netanyahu dan para petinggi militer sebenarnya tahu bahwa menginvasi Kota Rafah, Jalur Gaza selatan sama sekali tidak berkaitan dengan kepentingan strategis Israel. Jika terus dipaksakan, militer Israel butuh waktu berbulan-bulan untuk menghancurkan Hamas di Rafah, dan itu artinya kematian ribuan warga sipil Palestina. Hal itu akan menghancurkan reputasi Israel di mata internasional.
Olmert menambahkan, invasi Rafah akan meningkatkan protes di universitas-universitas Amerika, dan di seluruh dunia, dan akan menghasilkan penangkapan terhadap pemimpin dan perwira Israel. Netanyahu hidup di dalam gelembung isolasi dari realitas.
“Perdana Menteri saat ini sudah lama berhenti memikirkan apa yang terbaik untuk Israel, masa depannya, dan kepentingan strategisnya, fokus pada pelayanan masa depan politiknya,” tutur Olmert.
Dia mengakui bahwa “penting bagi kita untuk memahami bahwa Israel tidak akan keluar sebagai pemenang dari perang ini”. Mengakui itu memang sulit secara emosional, tapi hal itu harus dipahami agar semua orang mengetahui ambisi Netanyahu di Jalur Gaza.
“Tidak ada yang di dalam Israel yang tidak ingin mendengar kabar kematian Yahya Sinwar – Ketua Hamas di Jalur Gaza – atau Mohammed Deif (Pemimpin Umum Brigade al-Qassam), tetapi tidak boleh membuat jalur perang dan prioritasnya tunduk pada tujuan pribadi Netanyahu,” tutur Olmert.