Spirit of Aqsa, Palestina- Surat Kabar Israel Haaretz menggambarkan suasana warga Israel yang diliputi rasa takut, kesedihan akut yang menyebabkan pikiran kacau, furstasi dan berbagai gangguan psikologis lain. Dia juga menyoroti kondisi psikologis tentara yang terganggu setelah membunuh puluhan ribu warga Palestina.

Warga Israel: Hanya Ada Kesedihan dan Ketakutan

Michael Sfard, penulis di Haaretz, menggambarkan rasa kesedihan dan frustasi warga Israel, setidaknya sejak 7 Oktober lalu. Dua mengatakan, ada dua kondisi yang umum dirasakan warga Israel saat ini.

Pertama, kesedihan yang menusuk lubuk hati, menumpahkan air mata, dan membuat jiwa gemetar. Kesedihan itu membuat seolah pembuluh darah menyempit. Dia mencontohkan banyak hal dalam hal ini.

Misalnya warga Israel yang telah kehilangan keluarga karena tewas, serta tayangan di televisi yang setiap hari menayangkan keluarga tawanan yang meratap.

“Itu seperti infeksi kesedihan yang merayap ke dalam tubuh kita dan mengakar hingga menjadi mustahil dihentikan karena kita memiliki saudara dan saudari di antara yang tewas dan yang jatuh serta mereka yang menderita dalam kegelapan neraka,” kata Michael.

Kedua, ketakutan merajalela. Tak bisa dipungkiri, kata Michael, peperangan yang saat ini terjadi menciptakan rasa takut.

“Ini adalah pandangan mengerikan yang merayap keluar dan saya berusaha mengusirnya dengan cara apa pun. Saya bertanya-tanya, bagaimana kondisi kita akan setelah perang? jenis masyarakat Israel seperti apa yang sedang terbentuk saat ini?”

“Rasa takut merajalela, mengalami horor (perang) membuat rasa takut mendominasi kita tanpa ampun. Dari tempat di mana kita berada, bunga-bunga tidak akan pernah tumbuh di musim semi.”

Tekanan Psikologis Para Pembunuh Sipil Palestina

“Bagaimana gambaran tentara yang membunuh puluhan ribu orang, sebagian besar dari mereka anak-anak, perempuan, dan orang tua?” tanya Michael mengacu pada apa yang dilakukan oleh tentara maupun pemukim radikal Israel terhadap orang Palestina.

Tindakan tersebut menciptakan kemerosotan semangat dan sikap acuh tak cauh.

“Apa yang akan ditinggalkan oleh tindakan kita dalam beberapa minggu terakhir ini di dalam jiwa kita dari penghancuran kota-kota, desa-desa, dan kamp pengungsi, dari penghancuran total lingkungan perumahan dan infrastruktur sipil, dan dari menghapus keluarga dan menjadikan ratusan, jika bukan ribuan anak-anak menjadi yatim piatu?”

“Sejauh mana kemunduran semangat dan sikap acuh tak acuh telah menetap dalam diri kita, sehingga kita mengubah gedung-gedung tinggi menjadi tanah, dan taman dan lapangan menjadi puing-puing, dan jutaan dan setengah juta orang menjadi pengungsi yang tidak memiliki apa-apa?”

Media dan Pembungkaman

Michael juga mengkritik media-media Israel yang tak pernah meliput penderitaan warga Palestina. Media Israel hanya berusaha membentuk pandangan kolektif dengan menayangkan apa yang telah disensor pemerintah. Tidak ada tangisan anak-anak Palestina di sana.

“Apa nasib media yang menolak untuk melakukan wawancara, bahkan sekali saja dengan penduduk Gaza selama lebih dari 10 minggu untuk menceritakan apa yang terjadi pada mereka; dan siapa yang melarang publikasi gambar anak-anak yang telah kita bunuh dan ibu-ibu yang menjadi janda yang menyebabkan dukacita bagi mereka?”

Veto AS di PBB, Tangan-tangan Berlumuran Darah

Michael juga terkejut bagaimana kondisi PBB saat ini. Ada 153 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta gencatan senjata di Jalur Gaza, sedangkan hanya 10 negara yang menentang, 13 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB mendukung resolusi untuk menghentikan pertempuran, kalah oleh satu negara menggunakan hak veto.

Sumber: Haaretz

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here